Berita Indonesia terkini politik, ekonomi, megapolitan , Politik, senayan, nasional balaikota, olahraga, lifestyle dan hiburan ditulis lengkap dan mendalam - Radarnonstop.co

Kerja Di Jakarta, Orang Depok & Bekasi Sulit Nabung Karena Biaya Transportasi Mahal

RN/NS | Jumat, 01 Agustus 2025
Kerja Di Jakarta, Orang Depok & Bekasi Sulit Nabung Karena Biaya Transportasi Mahal
KRL yang jadi andalan warga Depok dan Bekasi menuju Jakarta.
-

RN - Warga Depok dan Bekasi dinilai paling tinggi pengeluaran soal biaya transportasi. Untuk per bulan, biaya transportasi yang harus dikeluarkan sekitar Rp 1,5 juta sampai dengan Rp 2 juta. 

Orang Depok sebesar Rp 1,8 juta per bulan (16,32 persen), disusul Bekasi Rp 1,9 juta (14,02 persen). Data ini diungkap Kementerian Perhubungan (Kemenhub). 

Kemenhub menyebut, pengeluaran orang Jakarta lebih rendah dari Depok dan Bekasi. 

BERITA TERKAIT :
Gak Punya Duit Mau Nikah, Pria Ini Jual Pacar Untuk Layani Seks 

“Biaya transportasi yang dikeluarkan warga Jakarta itu Rp 1,59 juta per bulan atau 11,82 persen dari total pengeluaran,” ujar Direktur Jenderal Integrasi Transportasi dan Multimoda (ITM) Kemenhub, Mohammad Risal Wasal, dalam acara integrasi moda transportasi di Jakarta, Kamis (31/7/2025).

Risal menyatakan, biaya transportasi tertinggi secara persentase terjadi di Depok sebesar Rp 1,8 juta per bulan (16,32 persen), disusul Bekasi Rp 1,9 juta (14,02 persen), dan Surabaya Rp 1,6 juta (13,71 persen). 

Papua juga mencatatkan angka tinggi yakni Rp 1,1 juta per bulan. “Surabaya ternyata lebih tinggi daripada Jakarta, ini yang kita kaji,” ucap Risal.

Risal menjelaskan bahwa meski tarif transportasi publik seperti KRL cukup terjangkau, biaya perjalanan secara keseluruhan tetap tinggi akibat beban first mile dan last mile.

“Misalnya KRL Rp 3.500 sampai Rp 6.000, tapi ojol-nya Rp 25 ribu, parkir Rp 10 ribu. Ini yang kita akan pelajari agar bisa mereduksi biaya perjalanan masyarakat,” katanya.

Ia juga membandingkan karakteristik sistem transportasi di Jakarta dengan kota-kota besar seperti Tokyo, Bangkok, dan Hanoi. Jakarta memiliki luas wilayah terkecil yakni 661,5 km persegi, namun dihuni oleh 10,64 juta jiwa, dengan tingkat kepadatan 16.132 jiwa per km persegi. Angka ini mendekati Tokyo yang memiliki kepadatan 16.916 jiwa per km persegi.

Dari sisi kualitas udara, Jakarta mencatatkan indeks 43,8 atau lebih baik dari Hanoi (45,4), tetapi masih tertinggal dari Tokyo (9,7) dan Bangkok (21,7). Tingkat kemacetan Jakarta mencapai 43 persen, lebih tinggi dari Hanoi (33 persen) dan Tokyo (30 persen), namun lebih rendah dari Bangkok (50 persen).

“Di Jakarta, 43 persen moda transportasi didominasi mobil. Tokyo justru didominasi kereta api (53,27 persen), sedangkan di Hanoi mayoritas masih menggunakan motor (57,75 persen),” ujar Risal.

Ia berharap integrasi antarmoda dapat mendorong masyarakat beralih ke transportasi publik dan sekaligus memperbaiki indeks kualitas hidup (IKH).

“IKH Jakarta itu 90, peringkat 249. Untuk posisi kemacetan, kita ternyata masih di bawah Hanoi. Ini yang agak menyedihkan dan akan kita kejar,” katanya.