Berita Indonesia terkini politik, ekonomi, megapolitan , Politik, senayan, nasional balaikota, olahraga, lifestyle dan hiburan ditulis lengkap dan mendalam - Radarnonstop.co

Kebekerjaan Lulusan SMK di Era Digital

ADV | Selasa, 18 Desember 2018
Kebekerjaan Lulusan SMK di Era Digital
-

RADAR NONSTOP - Pekerjaan-pekerjaan di era digital cenderung lebih menguntungkan kaum milenial.

Setiap era punya ciri khas, dan era saat ini adalah era dimana hampir semua hal mendapat sentuhan digital. Ada banyak bukti betapa gelombang perubahan digital ini begitu kuatnya.

Kemenangan Mahathir Muhamad dalam Pemilu Malaysia baru-baru ini ditenggarai berkat kampanye masif pihak oposisi di kanal-kanal digital. Pun demikian dengan munculnya startup-starup baru di bisnis ritel Indonesia, tak lain berkat strategi jualan yang gegap gempita di ruang digital.

BERITA TERKAIT :
Warisan Jokowi Dan Jumlah Pengangguran Naik, Anak SMK Harus Perkuat Skil
Lulusan SMK Di Jabar Kenapa Gak Laku, Gak Matching Dengan Kebutuhan Industri

Di era digital, perubahan teknologi dengan cepat mempengaruhi banyak hal, termasuk soal pekerjaan. Beberapa pekerjaan yang tak dapat menyesuaikan dengan perubahan digital, maka akan hilang dan digantikan dengan mesin-mesin otomatis.

Mantra Joseph Scumpeter tentang creative destructionnya pun menemukan signifikansinya di era digital. Bahwa dalam setiap perubahan teknologi pasti akan ada pihak yang dikorbankan.

Namun, bila kita berpegang pada mantra tersebut, maka generasi milenial yang akrab dengan dunia digital mestinya paling diuntungkan. Karena pekerjaan-pekerjaan di era digital cenderung lebih menguntungkan kaum milenial.

Makanya sangat mengejutkan, bila laporan BPS malah menyebut penyumbang pengangguran terbanyak di tahun 2018 adalah lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (generasi milenial). Sumbangannya cukup besar,yaitu sebesar 8,9 %.

Bila melihat prestasi siswa-siswi SMK, mestinya rekor tersebut tak mesti dicetak lulusan SMK. Apalagi dengan kemampuan mereka yang sebetulnya tak kalah hebat dengan siswa sekolah lainnya. 

Di bidang rekayasa robotic misalnya, nama Jimly Adam Ahmad dan Teguh Satrio Wicaksono tak bisa dianggap remeh. Keduanya sukses mengukir sejumlah prestasi membanggakan. Terbaru, keduanya sukses menyabet dua medali di kompetisi robot tingkat nasional.

Nama Jimly Adam Ahmad dan Teguh Satrio Wicaksono sudah cukup familiar di SMK Muhammadiyah 7 (SMK Mutu) Gondanglegi. Dua siswa kelas XI jurusan ototronik itu memang sering menyabet prestasi membanggakan di bidang robotik. Terbaru, tepatnya Minggu lalu (1/4), keduanya sukses berjaya di ajang Indonesian Youth Robot Competition (IYRC) 2018.

Di kompetisi yang paling gres itu, pelajar kelahiran 21 Maret 2001 tersebut mengaku tak punya persiapan khusus. Itu terjadi karena mereka mendapat informasi adanya kompetisi di waktu yang cukup mepet.

“Kami lomba juga persiapan seadanya karena tidak latihan. Itu kan lombanya Minggu (1/4), kami baru tahu sehari sebelumnya, jadi nekat saja (ikut),” jelasnya.

Keberangkatan mereka menuju lokasi lomba di Sunrise Mall Mojokerto juga tanpa didampingi pembimbing.

“Mungkin karena sudah sering lomba, sampai ada julukan petarung untuk kami. Karena memang tidak pernah bawa alat sendiri setiap kali lomba,” imbuh putra pasangan Muhammad Iqbal-Nur Aida tersebut.  

Meski tampil seadanya, keduanya mampu menunjukkan kapasitas mumpuni. Dua medali dari tiga kategori lomba mampu mereka sabet.

Yakni, gold medal dari kategori brick speed dan bronze medal dari kategori soccer senior. “Ikut tiga soccer, brick speed, dan maze solving. Yang menang hanya dua kategori,” jelas Jimly. 

Teguh Satrio Wicaksono menambahkan, kerja sama baik keduanya yang menjadi bekal untuk mendapat prestasi tersebut.

”Sudah biasa membagi tugas seperti itu, jadi bisa fokus. Saya lebih ke programnya,” tambah Teguh. Di kategori brick speed, Teguh mengaku sempat kesulitan. 

“Yang brick speed itu harus cepat dan tepat. Jadi saling membagi konsentrasi agar hasilnya maksimal,” jelas pelajar kelahiran 22 Februari 1999 tersebut.

Meski sempat canggung, keduanya akhirnya mampu mengungguli 235 peserta yang mengikuti kompetisi tingkat nasional tersebut. ”Sempat tidak menyangka bisa juara karena memang lawannya banyak. Apalagi dengan kondisi yang ramai, untung bisa menang,” imbuhnya. 

Melihat persiapan yang minim, putra pasangan Arief Wahyudi-Dwi Wijayanti ini mengaku puas. Bila kemampuan lulusan SMK seperti Jimly Adam Ahmad dan Teguh Satrio Wicaksono, maka soal pekerjaan mestinya menjadi hal mudah.

Pun demikian di bidang fashion, kita tahu ada nama Vira haddar. Alumni SMKN 3 Malang yang sukses menjadi langganan para pesohor. Lulus dari SMKN 3 Malang, Vira sempat sekolah di Arva School of Fashion Surabaya. 

Di sekolah ini, Vira mengambil program satu tahun khusus untuk desain gaun dan konsep dress. Sambil menerima pesananan dari kerabat dekat, Vira fokus belajar di Arva School.

Tak lama setelah itu, ketika pesanan demi pesanan mulai ramai, Vira mulai membuka brand sendiri, yaitu Casa Vira. Ketika itu, Vira memulai dengan satu penjahit, satu payet, dan tanpa studio. Sehingga ketika ada orang mau fitting, seringkali dilakukan di rumah.

Setelah menyelesaikan studi di Arva School od Fashion di Surabaya, Vira fokus mengerjakan desain menggunakan brand Casa Vira. Untuk tahap awal, brand Casa Vira difokuskan untuk membuat gaun malam dan kebaya pengantin. 

Pelan namun pasti, Casa Vira pun kian dikenal, seiring dengan booming media sosial. Sekali lagi, mantra ekonomi digital memainkan perannya. Dan bila lulusan SMK sekelas Vira Haddar, maka tidak ada kata pengangguran bagi mereka. Sebaliknya, mereka malah menjadi penyedia lapangan pekerjaan.

Integrasi teknologi dalam pendidikan di SMK, dengan demikian menjadi tak dapat ditawar lagi. Karena hanya dengan cara ini sekolah-sekolah kejuruan mendapatkan akses potensial ke dunia kerja di luar sekolah.

Pembelajaran menggunakan multimedia dan interaktif juga mutlak dilakukan. Sehingga mendorong para siswa untuk berkemampuan teknologi yang baik. Lalu ketika lulusan SMK dihadapkan dengan tantangan kerja yang mengharuskan penggunaan teknologi mereka pun tak mengalami kegagapan.

Hal penting lainnya yang tak dapat dilupakan, agar lulusan SMK ke depan tak lagi menjadi penyumbang terbesar pengangguran di Indonesia, adalah soal sikap (attitude). Karena seperti dikatakan praktisi pendidikan, Marlock, tak sedikit lulusan SMK yang gugur sejak awal dalam seleksi administrasi.

Meski sepele, namun menurut Marlock, attitude dalam proses seleksi administrasi inilah yang menjadi penghambat utama lulusan SMK mendapat pekerjaan. Mulai dari cara menentukan foto, menjalani psiko test, kesehatan dan lainnya. 

Pun demikian ketika sesi wawancara, lagi-lagi persoalan attitude jadi penghambat utama. Dari cara mereka berbusana, komunikasi, tatap mata hingga bagaimana mereka bersikap, nilainya sangat rendah.