RADAR NONSTOP - Kewajiban pengelola bangunan gedung akan sistem proteksi kebakaran selain bertujuan untuk keselamatan pengguna bangunan dan menghindari adanya kerugian materil, ternyata juga dapat menjadi potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor retribusi pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran.
Berdasarkan data dari Laporan Keterangan PertanggungJawaban (LKPJ) Bupati Bekasi pada tahun 2017 PAD sektor ini ditarget sebesar Rp 500.000.000,- namun hanya terealisasi Rp 197.106.440,- atau 39.42%.
Kemudian, pada Tahun Anggaran 2018 target dikurangi 40% yaitu hanya Rp 300.000.000,- terealisasi Rp 152.496.000,- atau 50.83%. Dan untuk Tahun Anggaran kemarin 2019 Disdamkar ditarget sebesar Rp 400.000.000,- dan terealisasi Rp 382.500.500 atau 95,63%.
BERITA TERKAIT :Firman Setiaji, Fungsionaris Mahamuda Bekasi mengatakan,
potensi PAD dari Jenis Retribusi Jasa umum ini sangat potensial, mengingat Kabupaten Bekasi adalah Daerah dengan Predikat Kawasan Industri Terbesar se-Indonesia yang di dalamnya terdapat lebih dari 6.700 perusahaan berdiri.
"Setiap bangunan gedung diwajibkan adanya sistem proteksi kebakaran atau minimal adanya alat pemadam kebakaran. Bayangkan di Kabupaten Bekasi ini kan ada 6.700 perusahaan lebih yang pastinya bangunan gedungnya lebih dari angka itu (6.700). Sebab mayoritas perusahaan memiliki lebih dari 1 gedung. Lalu ribuan minimarket berjamur, pom bensin ada 50 lebih, puluhan hotel, dan puluhan tower apartemen yang sudah berdiri. Masak PADnya cuma segitu setiap tahunnya? Apa bukan 'Males' namanya?," kata Firman sapaan akrabnya kepada radarnonstop.co (Rakyat Merdeka Group, Rabu (5/8/2020).
Pria yang juga mahasiswa arsitektur Universitas Pelita Bangsa ini pun menjelaskan, dalam Perda nomor 1 tahun 2017 tentang perubahan kedua atas Peraturan daerah nomor 6 tahun 2011 tentang Retribusi Daerah. Bahwa pemeriksaan alat pemadam kebakaran seperti Sprinkler dikenakan biaya Rp. 2.000/titik sedangkan Apar dikenakan biaya terkecil Rp. 5.000/titik dan terbesar Rp. 9.000/titik. Sedangkan jenis Hidran Rp. 20.000/titik, lalu Selang + Nozzle tarif 1 rollnya Rp. 10.000 dan lain-lain.
"PermenPU 25 dan 26 tahun 2008, serta PermenPU 20 tahun 2009 mengatur tekhnis proteksi kebakaran, belum lagi Perda Nomor 6 tahun 2014 tentang Ketentuan Pencegahan dan Penanggulangan bahaya kebakaran. Membahas detail kewajiban diadakannya dan ditempatkannya Alat Pemadam Kebakaran baik manual seperti apar dan hidran maupun otomatis seperti sprinkler. Yang pasti kalau Disdamkar mau aktif (rajin) dan serius pasti tak segitu PADnya," tandasnya.
Selain itu, pihaknya berharap kepada DPRD Kabupaten Bekasi agar menyesuaikan tarif retribusi, mengingat Retribusi Pemeriksaan dan/atau pengujian alat-alat pemadam Kebakaran berlaku sejak 2011. Padahal dalam ketentuan Undang-undang nomor 28 tahun 2009 harus adanya penyesuaian tarif setiap 3 tahun.
"Tarif retribusi Apar khususnya dan tarif retribusi lainnya sudah tidak relevan. Pasal 155 undang-undang 28 tahun 2009 mengamanatkan Tarif Retribusi ditinjau kembali paling lama 3 tahun sekali. Dewan harus tindaklanjuti hal ini. Karena PAD berorientasi pada hesaran APBD dan pastinya untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat," harapnya.
Firman Setiaji pun meminta agar perlu adanya perubahan Perda untuk penyesuaian tarif dan penegasan berkaitan akan pentingnya pelayanan retribusi ini. Karena menyangkut keselamatan hajat hidup orang banyak. Jika dipandang perlu ditambahkan sanksi-sanksi tertentu.
Kemudian, identifikasi dan intensifikasi potensi retribusi, melakukan koordinasi aktif terhadap SKPD terkait seperti Dinas Perindustrian, Dinas Pariwisata, dinas PUPR dan DPMPTSP sebagai SKPD tekhnis yang berkaitan dengan perijinan pembangunan dan/atau pengelolaan adanya alat-alat pemadam kebakaran.