RN - Orang Indonesia ternyata doyan pesen makanan berlebih. Sayangnya makanan tersebut tidak habis dilahap.
Food loss and waste atau susut dan sisa pangan (SSP) tembus mencapai Rp 500 triliun per tahun. Jika dana tersebut bisa dimanfaatkan berpotensi mendongkrak ekonomi nasional.
Makanan sisa per tahuna sekitar setara 23 juta ton hingga 48 juta ton. Makanan sisa ini juga terlihat dari restoran dan rumah makan yang tidak habis dimakan ketika pelanggan memesan.
BERITA TERKAIT :Koordinator Bidang Pangan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas Ifan Martino mengatakan food loss and waste atau susut dan sisa pangan (SSP) merupakan isu besar bagi Indonesia.
"115 kg sampai kg per kapita per orang menghasilkan sampah dari sisa makanan, dan ini kalau dikonversi secara uang hampir Rp 500 triliun per tahun terbuang percuma," ujar Ifan saat konferensi pers Festival Jejak Pangan Lestari di Taman Anggrek, Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, Jumat (25/10/2024).
Ifan menyampaikan pengelolaan SSP dapat memberikan dampak besar dari sisi efisiensi. Ifan mengatakan pemborosan makanan memberikan banyak dampak negatif, dari sisi ekonomi hingga lingkungan.
"Dari studi yang kami lakukan di Bappenas pada 2021, total food loss and waste di Indonesia, kalau dikalikan dengan total penduduk, itu bisa memenuhi konsumsi pangan hampir setengah populasi kita," ucap Ifan.
Ifan menyampaikan Indonesia sejatinya memiliki pasokan pangan yang berlimpah. Namun, lanjut Ifan, terdapat kesenjangan yang signifikan di antara penduduk dalam mendapatkan akses pangan.
Di tempat yang sama, Direktur Kewaspadaan Pangan dan Gizi, Badan Pangan Nasional (Bapanas) Nita Yulianis mengatakan Bapanas mendapat mandat untuk memperbaiki kelola sistem pangan yang terintegrasi dari hulu hingga hilir. Nita menilai persoalan SSP yang merupakan tindakan mubazir juga menjadi prioritas Bapanas.
"Salah satu tantangan terbesar dalam sistem pangan itu food loss and waste. Data dari Bappenas pada 2021 itu sumbangan terhadap food loss and waste Indonesia setara 23 juta ton hingga 48 juta ton," ucap Nita.
Nita menilai upaya penyelamatan pangan memerlukan kolaborasi dan partisipasi yang inklusif dengan seluruh pihak. Nita menyampaikan pemerintah pusat dan daerah, lintas kementerian dan lembaga, akademisi, pelaku usaha, komunitas, hingga media berpera dalam menentukan kebijakan pemerintah, khususnya terkait transformasi sistem pangan.
"Kami telah meluncurkan dua metode baku perhitungan susut pangan di petani dan juga metode baku untuk perhitungan sisa pangan di ritel. Ini kolaborasi Bapanas dengan KSPL yang didukung Bappenas juga," kata Nita.