Berita Indonesia terkini politik, ekonomi, megapolitan , Politik, senayan, nasional balaikota, olahraga, lifestyle dan hiburan ditulis lengkap dan mendalam - Radarnonstop.co

545 Daerah Terancam Kosong, Tanpa Kepala Daerah Hasil Pilkada

RN/NS | Kamis, 21 September 2023
545 Daerah Terancam Kosong, Tanpa Kepala Daerah Hasil Pilkada
Ilustrasi
-

RN - Desakan pilkada dimajukan adalah soal ancaman kekosongan kepemimpinan daerah. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyebut ada 545 daerah kosong.

Tito mengakui satu alasan mendesak yang membuat pemerintah mengusulkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 6 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Perppu tersebut bertujuan untuk mempercepat pelaksanaan Pilkada Serentak 2024 yang tadinya digelar November, diusulkan menjadi September.

Mendagri menuturkan, jika Pilkada Serentak 2024 tak dipercepat pemungutan suaranya, akan ada potensi kekosongan kepada daerah di banyak daerah. Sebab kondisi saat ini, terdapat 101 daerah dan empat daerah otonomi baru di Papua yang diisi oleh penjabat kepala daerah sejak 2022.

BERITA TERKAIT :
Jawaban Malu-Malu Risma Saat Didorong Jadi Gubernur Jakarta 
Survei Zaki Nyungsep, Golkar DKI Mau Tiru Gaya Anies Kalahkan Ahok 

"Dan terdapat 170 daerah yang diisi oleh penjabat kepala daerah pada 2023. Serta terdapat 270 kepala daerah hasil pemilihan tahun 2020 yang akan berakhir pada 31 Desember 2024," ujar Tito dalam rapat kerja dengan Komisi II DPR, Rabu (21/9/2023) malam.

"Berdasarkan data ini, maka terdapat potensi akan terjadi kekosongan kepala daerah pada 1 Januari 2025 dan jika ini terjadi maka pada 1 Januari 2024 terdapat 545 daerah yang berpotensi tidak memiliki kepala daerah definitif," sambungnya.

Karenanya, pemerintah perlu diambil langkah yang sifatnya strategis dan mendesak untuk menghindari kekosongan kepala daerah tersebut. Terlebih lagi adanya perbedaan kewenangan antara kepala daerah definitif dan penjabat (Pj).

"Di samping tentunya legitimasi yang tentu akan lebih kuat kalau diisi oleh kepala daerah hasil Pilkada," ujar Tito.

Ia menjelaskan enam poin yang disesuaikan dan diusulkan pemerintah dalam Perppu Pilkada tersebut. Pertama adalah untuk mengantisipasi kekosongan kepala daerah pada 1 Januari 2025.

"Kedua, memajukan pelaksanaan pemungutan suara pilkada pada September 2024. Maka proses pemungutan suara Pilkada Serentak Tahun 2024 yang berdasarkan Undang-Undang tentang Pilkada ditetapkan pada bulan November tahun 2024 harus disesuaikan," ujar Tito.

Ketiga, Perppu akan mempersingkat durasi kampanye pilkada serentak menjadi 30 hari saja. Hal ini dilakukan untuk memastikan tidak terjadinya irisan tahapan antara tahapan Pemilu dan Pilkada 2024.

Keempat, mempersingkat durasi sengketa proses Pilkada. Poin ini diusulkan guna mempertimbangkan masa kampanye selama 30 hari dan mengurangi potensi permasalahan dalam penyediaan logistik Pilkada.

Lima, kepastian hukum partai politik atau gabungannya mengusulkan pasangan calon kepala daerah adalah hasil Pemilu 2024. Karena, perlu ada norma yang mengatur bahwa pencalonan kepala daerah yang diusung didasarkan pada hasil Pemilu 2024 yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dengan memperhatikan ketentuan persentase sebagaimana Pasal 40 UU Pilkada.

"Enam, pelantikan serentak DPRD tahun 2024. Berdasarkan UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa kepala daerah dan DPRD merupakan penyelenggara pemerintahan di daerah. Artinya, manajemen pembangunan daerah sangat dipengaruhi oleh keselarasan masa jabatan anggota DPRD dan kepala daerah," ujar Tito.

Anggaran Pemilu

Diketahui, anggaran penyelenggaraan ternyata super jumbo. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menggelontorkan Rp 70,6 triliun terkait penyelenggaraan pemilihan umum (Pemilu). 

Alokasi itu yang telah disiapkan dari tahun 2022 sampai 2024. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan belanja Pemilu di 2022 telah terealisasi Rp 3,1 triliun. 

Khusus tahun ini dialokasikan anggaran Rp 30 triliun dan berlanjut sampai tahun depan Rp 37,4 triliun.

"Anggaran Pemilu diberikan secara multiyear. Sejak 2022 Rp 3,1 triliun, tahun ini anggaran Pemilu adalah Rp 30 triliun dan tahun depan masih ada Rp 37,4 triliun. Jadi total keseluruhan anggaran (Rp 70,6 triliun)," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa, Rabu (20/9/2023).

Khusus tahun ini, realisasi belanja Pemilu sampai Agustus 2023 telah mencapai Rp 14 triliun. Realisasi tersebut diberikan melalui KPU dan Bawaslu sebesar Rp 12,6 triliun dan melalui 14 K/L lain sebesar Rp 1,4 triliun.

"(KPU dan Bawaslu untuk pembentukan Badan Adhoc), menetapkan jumlah kursi dan penetapan daerah pemilihan, pengawasan penyelenggaraan Pemilu, pemutakhiran data pemilih dan penyusunan daftar pemilih, serta pengelolaan, pengadaan laporan dan dokumentasi logistik," beber Sri Mulyani.

Sedangkan 14 K/L lain yang mendukung pelaksanaan Pemilu menggunakan anggaran untuk Pengamanan pemilu, pengawasan dana penyelenggaraan Pemilu, serta penanganan pelanggaran kode etik penyelenggaraan Pemilu. Kemudian diseminasi informasi, sosialisasi, bimbingan teknologi hukum acara peradilan konstitusi, pembuatan pos Pemilu dan diklat terpadu pidana Pemilu.

"Jadi ini terlihat bahwa pesta demokrasi kita tidak hanya KPU dan Bawaslu, tapi juga ada 14 K/L yang memiliki peran," pungkasnya.