RN - Warga miskin Tangerang Selatan kesulitan mendapatkan informasi pemakaman tak berbayar. Imbasnya, warga harus merogoh kocek belasan juta saat akan memakamkan.
Begitu dikatakan Subari Martadinata, Ketua Solidaritas Empati Pemakaman Indonesia. Menurutnya, kondisi tersebut dikarenakan pejabat Pemkot Tangsel tidak mensosialisasikan lahan TPU milik pemerintah kepada warga.
“Warga komplek dan yang tinggal disini yang sudah beranak pinak disini pun tidak pernah mendapatkan penyuluhan, padahal zaman sudah canggih dari RT ke RW bikin pengumuman lalu diteruskan dari lurah ke camat,” kata Subari, Sabtu (11/11/2022).
BERITA TERKAIT :“Saya sering melayat seperti itu, kalau ada warga miskin meninggal apalagi dia pendatang tapi lama menetap dan sudah ber-KTP Tangsel, kemudian meninggal lalu tanya ke pak RT, namun jawab pak RT gimana ya makamnya sudah penuh sudah gak bisa”.
“Dilihat dari iuran yang berdasarkan info biasanya Rp10 ribu, dan itu cuma awalnya saja, sebetulnya kadang-kadang antara masyarakat dengan pengurus TPU atau TPBU, warga suka ada masalah,” beber tokoh
masyarakat Ciputat Timur dan inisiator Bamus Kota Tangerang Selatan. Masih kata Subari, ini masalah orang mati seolah-olah pemerintah tidak pernah mentolerir.
“Lu urus sendiri aja sama warga sekitar, jadi terlihat jelas kepedulian pemerintah Kota Tangsel minim dan ada dimana ini? menjadi hal yang menarik bagi saya ketika bicara mati ada warga mesti bertanya sana sini tidak mendapat jawaban yang benar dan tepat,” ujarnya.
Memandikan dan mengafani itu tugas para pengurus RT/RW, aneh ketika RT atau RW saling lempar tanggung jawab dan mengatakan di sana ada biaya 3 juta rupiah, RW lain menyebut di sebalah sana ada biaya makam Rp4 juta.
“Ya, jika warga tersebut memiliki uang kalau gak ada uang bagaimana, Loh! kan di Tangsel punya makam terpadu atau TPS terpadu, artinya kok bisa orang ini gak tau untuk mencuri solusi lain ketika orang mati atau meninggal entah itu orang tuanya, keluarganya yang ada orang itu panik, stres dan gak bisa mikir apa apa,” cetus Subari dengan logat khas betawi.
Dinas terkait tidak pernah menyampaikan ke warga adanya call center milik pemerintah atau tata letak lahan TPU dan PSU bagi warga yang butuh pelayanan tentang pemakaman
“Musrembang itu janganlah bicara keberhasilan walikota atau tentang pembangunan coba sesekali yang dibahas tentang persoalan-persoalan informasi yang harusnya Masyarakat tahu, pernah saya sesekali ikuti Musrenbang pada tahun 2018 lalu, yang diomong itu cuma persoalan persoalan tentang keberhasilan keberhasilan tapi sekarang pencapaiannya apa, jika bicara lahan TPU atau dianggap tidak penting?,” papar Subari.
Perlu diketahui, berdasarkan keterangan Subari, ruang terbuka hijau cuma 4,18% ,” Sekarang ini dibangun, ini dibangun ya habis mau mencapai 30% dari mana?,” tegas dia.
Dia menambahkan, 23 tahun lagi lahan kosong di Tangerang Selatan akan habis kemudian pejabatnya 3 sampai 4 tahun kebelakang sudah ada yang pensiun dan wafat, mau dimakamkan dimana.
”Ayo dong! Kerja! katanya makam yang di bebaskan itu 10 hektar di Sari Mulya sana, saya mau tanya itu belinya dari uang APBD atau para pengembang? Sebab semua pejabat bakal mati sadar dan perhatikan dong,” terang Subari, yang jengkel bila lahan TPU dan PSU menjadi bancakan korupsi.