Berita Indonesia terkini politik, ekonomi, megapolitan , Politik, senayan, nasional balaikota, olahraga, lifestyle dan hiburan ditulis lengkap dan mendalam - Radarnonstop.co

SMK, Revolusi Industri 4.0 & Fleksibilitas Penyelenggaraan Pendidikan

ADV | Rabu, 19 Desember 2018
SMK, Revolusi Industri 4.0 & Fleksibilitas Penyelenggaraan Pendidikan
-

RADAR NONSTOP - Salah satu isu penting yang saat ini luput dari perhatian publik, lantaran debat panas seputar masa depan Indonesia di tahun 2030 fiksi atau fakta adalah roadmap implementasi industry 4.0 yang belum lama ini diresmikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Jakarta.

Program yang digagas Kementerian Perindustrian ini selanjutnya dikenal dengan nama Making Indonesia 4.0.

Menurut Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto, Making Indonesia 4.0 dirancang untuk mengimplementasikan sejumlah strategi dalam memasuki era industry 4.0.

BERITA TERKAIT :
Haris Pertama: SMK Gratis Yang Digagas Ganjar Mampu Atasi Kemiskinan
Ramai Dulu, SMKN di Tangsel Akhirnya Balikin Ijazah Siswa

Sebuah lompatan besar, dimana teknologi informasi dan komunikasi dimanfaatkan sepenuhnya. Tidak hanya dalam proses produksi, melainkan di seluruh rantai nilai industri sehingga melahirkan model bisnis baru dengan basis digital.

“Pada revolusi industri keempat, menjadi lompatan besar bagi sektor industri, dimana teknologi dan komunikasi dimanfaatkan sepenuhnya. Tidak hanya dalam proses produksi, melainkan juga di seluruh rantai nilai industri sehingga melahirkan model bisnis yang baru dengan basis digital guna mencapai efisiensi yang tinggi dan kualitas produk yang lebih baik,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto pada acara Sosialisasi Roadmap Implementasi Industry 4.0 di Jakarta, Selasa (20/3).

Sebagai sebuah peta jalan, tentu saja making Indonesia 4.0 harus terintegrasi dalam pengimplementasiannya. Untuk mencapai sasaran jangka panjang, maka langkah kolaboratif perlu melibatkan beberapa pemangku kepentingan, mulai dari institusi pemerintahan (terutama Kemenperin dan kemendikbud), asosiasi dan pelaku industri, hingga para akademisi.

Salah satu pihak yang diharapkan memberi konstribusi positif bagi penerapan program ini adalah dunia pendidikan vokasi atau sekolah kejuruan secara lebih spesifik. Hal ini karena sekolah kejuruan memiliki kelenturan dan fleksibilitas yang tinggi dalam merespon perubahan di dunia industri.

Ada beberapa keunggulan sekolah menengah kejuruan, kenapa kemudian bisa lebih fleksible dengan perkembangan dunia usaha dan indsutri. Pertama tentu saja dari model penyelenggaraannya yang bisa bermacam-macam. 

Selain model ‘sekolah’ dan model ‘magang’ yang biasa kita jumpai di sekolah-sekolah kejuruan yang ada, model penyelenggaraan lain yang bisa dilakukan di lingkungan sekolah kejuruan adalah model sistem ganda.

Cheff on Trip SMKN 3 Malang

Model ini merupakan kombinasi pemberian pengalaman belajar di sekolah dan pengalaman kerja di dunia usaha. Dalam sistem ini, sistem pembelajaran tersistem dan terpadu dengan praktik kerja di dunia usaha/industri.

Model lainnya adalah model school based enterprise. Model ini di Indonesia dikenal dengan unit produksi, yang pada dasarnya adalah pengembangan dari dunia usaha di sekolahnya dengan tujuan untuk menambah penghasilan sekolah, juga untuk memberikan pengalaman kerja yang benar-benar nyata pada siswanya. Model ini dilakukan untuk mengurangi ketergantungan sekolah kepada industri.

Dalam perjalanannya, seiring dengan model-model penyelenggaraan pendidikan kejuruan inipun muncul pengembangan model baru seperti teaching factory, yang merupakan pengembangan dari unit produksi dan pendidikan sistem ganda yang selama ini sudah dilaksanakan di SMK-SMK. 

Konsep teaching factory merupakan salah satu bentuk pengembangan dari sekolah kejuruan menjadi modal sekolah produksi. Meminjam perkataannya Triatmoko (2009:35), bahwa SMK masih kesulitan untuk menerapkan pendidikan berbasis produksi (production based educatioan and training), lalu muncullah konsep teaching factory atau TEFA.

Salah satu sekolah telah menerapkan model penyelenggaraan pendidikan teaching factory atau disebut kelas industri adalah SMK Negeri 3 Malang. Ketua Program Studi Tata Busana SMKN 3 Malang, Ana Isro’ Illiani menuturkan, poin penting kenapa kemudian kelas wirausaha atau teaching factory diselenggarakan di sekolahnya adalah membuat para siswa menjadi ahli di bidangnya.

“Teaching Factory yang kami miliki ini memang disetting menyerupai dunia industri sesungguhnya. Mulai dari kegiatan produksi, belajar trend fashion, hingga bagaimana mengelola industri fashion,” ujarnya.

Menurut Ana, selama satu tahun lamanya (kelas X) para siswa diajarkan mengenai basic menjahit dan membuat pola, juga bagaimana memecah pola, membuat pola depan maupun belakang. Lalu menata pola di atas kain, baru kemudian mulai menjahit.

Lalu di kelas XI, mereka mulai melakukan praktik kerja lapangan atau magang selama 3 bulan di lapangan industri. Selama 3 bulan tersebut, mereka akan belajar bagaimana menggunakan alat-alat bantu dan mesin-mesin jahit yang canggih. 

Ini dilakukan agar mereka tak tertinggal dengan kemajuan teknologi di dunia industri nyata. Setelah itu, barulah mereka kembali ke sekolah dan mulai mengikuti kelas industri/kelas wirausaha.

“Langkah awal memang diajarkan membuat busana bayi dan busana anak terleih dahulu. Lalu kita ajari membuat rok dengan ukuran sendiri. Di kelas XI belajar membuat busana kerja, celana atasan, dan gaun," ujar Ana.

Selama mengikuti program Tefa, para siswa memang tak lagi belajar soal dasar menjahit dan membuat pola biasa lagi. Namun bagaimana mereka juga diajarkan mengoperasikan beragam alat bantu jahit yang canggih agar mampu berkarya dengan optimal. Selain itu, para siswa juga diajarkan begaimana mengelola usaha tata busana secara professional. 

Hasilnya, kata Faizah, para siswa yang mengikuti kelas wirausaha ini telah mampu mengelola usahanya fashionnya secara mandiri. Bicara soal kemandirian, nama Intan Sevti Wardani, siswa kelas XI konsentrasi tata busana, mungkin bisa menjadi cerminan. 

Selain memiliki keterampilan menjahit di atas rata-rata, Intan juga mampu menggerakkan rekan-rekan lainnya di kelas wirausaha untuk menjalin kerjasama dengan pihak industri. Bersama teman-temannya, Intan dipercaya Managemen Perseru Serui untuk membuat 700 pcs jersey mereka. 

Awalnya, Intan hanya bermaksud membantu apparel olahraga tempat temannya bekerja yang tengah kesulitan memenuhi pesanan. Namun belakangan, Intan malah dipercaya mengerjakan beberpa pesanan milik apparel.

“Sebenarnya ini berawal dari teman saya yang meminta dibantu. Namun kemudian saya menawarkan kerja sama SMK dengan pihak apparel. Saya yakinkan bahwa tenaga kerja SMK bisa unggul, karena diawasi guru dan tidak omset oriented,” ujar Intan.

Selain mengerjakan pesanan untuk Perseru Serui, Intan dan kawan-kawan juga dipercaya pihak industri untuk mengerjakan beberapa pesanan. Seperti pesanan kemeja supporter Arema Malang yang dikelola apparel lokal Seven Col’s.

Untuk bahan telah disiapkan pihak industri, sementara Intan dan teman-temannya hanya diminta untuk menjahit beberapa bagian saja. Meskipun revolusi industri meniscayakan adanya perubahan luar biasa dalam sistem kerja industri, namun seperti disampaikan Menperin Airlangga Hartarto bahwa, pelaksanaan revolusi 4.0 tidak akan menggantikan manusia dengan robot. Ini artinya, ada banyak pos dan pekerjaan yang masih membutuhkan tenaga manusia professional dan terampil.

“Pada revolusi Industri 4.0, meski semua sudah terotomatiasi namun tetap saja membutuhkan pengontrolan data secara lebih teliti dan efisien,” ujar Airlangga.

Perkembangan zaman memang menuntut pembinaan sumber daya manusia yang berkualitas. Daya saing Indonesia dalam menghadapi persaingan antar negara maupun perdagangan bebas sangat ditentukan oleh outcome dari pembinaan SDM-nya. Salah satu upaya negara dalam pemenuhan SDM level menengah yang berkualitas adalah pembinaan pendidikan kejuruan.