RN - Akhir-akhir ini KPK disibukkan dengan OTT Kepala Daerah, salah satunya OTT Bupati Pemalang. Namun, justru kasus yang sudah lama mengendap seperti Formula E malah terkesan mandeg.
“Memang masih banyak Kepala Daerah yang terindikasi korup dan mesti jadi perhatian juga oleh KPK, selain oleh Kejaksaan atau Polri. Namun kasus Formula-E yang memang gigantic ini nampaknya luput dari perhatian khusus KPK,” ujar Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis PERSPEKTIF (LKSP), Andre Vincent Wenas saat dimintai tanggapannya, hari ini.
Andre mencurigai, mandegnya kasus Formula E di KPK karena ditengarai banyak melibatkan partai politik. Diketahui, semua fraksi di DPRD DKI Jakarta periode 2014-2019 menyetujui anggaran penyelenggaraan balap mobil listrik tersebut pada tahun anggaran (TA) 2019.
BERITA TERKAIT :“Mungkin ini membuat kasus Formula-E mandeg. Fraksi mana saja di DPRD DKI Jakarta periode 2014-2019? Semua fraksi, artinya waktu itu adalah: PDIP, Gerindra, PKS, Demokrat, PAN, Nasdem, Golkar, PKB, PPP dan Hanura,” beber Andre
Ia juga mengingatkan, DPRD DKI Jakarta menyetujui anggaran belanja langsung yang diajukan Pemprov DKI Jakarta untuk penyelenggaraan balap mobil Formula E di Jakarta.
“Anggaran itu disetujui dalam pembahasan Kebijakan Umum Perubahan Anggaran Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUPA-PPAS) untuk rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) 2019 pada Selasa 13 Agustus 2019 sore. Anggaran yang disetujui sebesar Rp 360 miliar atau 20,79 juta poundsterling,” ucap Andre mengingatkan.
“Jadi tidak sampai dua minggu menjelang berakhirnya masa jabatan kok bisa-bisanya mereka menyetujui program Formula-E yang tidak ada dalam RPJMD, dan jumlahnya pun besar (gigantic). Sangat mengherankan! Pada Senin 26 Agustus 2019, anggota DPRD DKI Jakarta yang baru untuk periode 2019-2024 dilantik. Ini mencurigakan!.”
Berkaca dari hal tersebut, tukas Andre, maka tak heran kalau semua anggota DPRD DKI Jakarta periode 2014-2019 mesti bertanggungjawab juga. Selain tentunya Pemprov DKI Jakarta yang ngotot untuk menggolkan program yang tak ada dalam RPJMD itu.
“Dan sekarang kita melihat bahwa program itu cacat sejak lahir, dan telah membuat banyak prahara setelahnya. Mulai dari porak-porandanya Kawasan Monas, lalu pohon Mahoni yang nilai kayunya milyaran itu tak jelas juntrungannya, bukti transfer yang masih gelap, studi kelayakan yang tak pernah jadi, anggaran sirkuit yang membengkak terus, tak adanya dana dari sponsor yang artinya pendanaan proyek bersumber dari uang rakyat (APBD),” cetusnya.
Penarikan dana dari Bank DKI pun bermasalah, dan ini sudah dikonfirmasi oleh Ketua DPRD DKI Jakarta. Entah kenapa pelanggaran ini tidak diproses lebih lanjut.
“Apakah, sekali lagi, kasus Formula-E ini bakal menyeret semua partai politik (fraksi) di DPRD DKI Jakarta periode 2014-2019 itu? Indikasinya sih terasa kuat seperti itu ya,” ujar Andre.
Tak hanya itu, kualitas sirkuit juga menjadi pertanyaan besar, serta komitmen penyelenggaraan yang multi-years, melampaui masa jabatan Gubernur Anies yang bakal jadi beban para penggantinya nanti.
“Mirisnya, sampai sekarang pun laporan pertanggungjawabannya tidak pernah finish juga,” tandas Andre.