Berita Indonesia terkini politik, ekonomi, megapolitan , Politik, senayan, nasional balaikota, olahraga, lifestyle dan hiburan ditulis lengkap dan mendalam - Radarnonstop.co
Mafia Tanah di Cipayung

Helo... Pemain Lahan juga Banyak di DPRD Loh

Tori | Minggu, 19 Juni 2022
Helo... Pemain Lahan juga Banyak di DPRD Loh
Ilustrasi/freepik
-

RN - Mantan Kepala UPT Tanah Dinas Pertamanan dan Hutan Kota (Distamhut) DKI Jakarta berinisial HH resmi ditetapkan sebagai tersangka. 

HH tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi kegiatan pembebasan lahan oleh Dinas Kehutanan DKI Jakarta di Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, pada 2018.

Penetapan tersangka dilakukan Kejaksaan Agung pada Jumat (17/6/2022) lewat surat penetapan nomor TAP-60/M.1/Fd.1/06/2022.

BERITA TERKAIT :
12 Jam Dicecar Jampidsus, Kasus Migor Bikin Pucat Eks Mendag

"Pada tahun 2018, tersangka HH pada saat itu menjabat sebagai kepala UPT Tanah Dinas Kehutanan Provinsi DKI Jakarta," ujar Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati DKI Jakarta Ashari Syam dalam keterangan tertulis, Minggu (19/6/2022).

Ashari mengatakan, HH ditetapkan sebagai tersangka lantaran melakukan pembebasan lahan di RT 008 RW 003 Kelurahan Setu, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, tanpa dokumen perencanaan pengadaan tanah. Selain itu, HH juga melakukan pembebasan lahan tanpa adanya peta informasi rencana tata kota dan permohonan informasi aset kepada Badan Pengelola Aset Daerah (BPAD). "Dan tanpa adanya persetujuan Gubernur Provinsi DKI Jakarta," papar Ashari.

Selain melakukan tindakan ilegal tanpa persetujuan gubernur DKI, HH juga disebut memberikan penilaian apraisal kepada tersangka lainnya, yaitu LD selaku notaris, tanpa ada negosiasi harga dengan pemilik lahan.

"Sehingga data tersebut dipergunakan oleh tersangka LD untuk melakukan pengaturan harga terhadap delapan pemilik atas sembilan bidang tanah di Kelurahan Setu, Cipayung, Jakarta Timur," imbuh Ashari.

Akibatnya, pemilik lahan hanya menerima uang ganti rugi pembebasan lahan sebesar Rp1,6 juta per meter. Padahal, harga yang dibayarkan Distamhut DKI Jakarta rata-rata sebesar Rp2,7 juta per meter.

Pemprov DKI Jakarta membayar Rp46,4 miliar dan para pemilik tanah hanya mendapat Rp28,7 miliar, sedangkan Rp 17,7 miliar sisanya dinikmati oleh para tersangka.

"Proses pembebasan lahan di Kelurahan Setu diduga telah menyalahi ketentuan Pasal 45 dan Pasal 55 Peraturan Gubernur Nomor 82 Tahun 2017 tentang Pedoman Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum terkait rencana pengadaan," ucap Ashari.

HH disangkakan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 11, Pasal 12 huruf b jo Pasal 18 ayat (1) huruf b UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Perubahan Atas UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara, Pemprov DKI Jakarta akan melakukan investigas internal terhadap Dinas Pertamanan dan Hutan Kota (Distamhut).

Investigasi internal ini guna mengantisipasi adanya aliran dana yang diterima dinas tersebut dalam kasus mafia tanah yang kini tengah ditangani Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria pun menegaskan komitmennya dalam pemberantasan korupsi.

"Tentu iya pasti evaluasi di internal, kita harus melihat fakta dan data. Bagi siapa saja yang bersalah akan ada sanksi," ucapnya di Balai Kota, Selasa (16/6/2022).

Ariza berkata, evaluasi dan pengawasan secara berkala terhadap jajaran Pemprov DKI sudah dilakukan oleh Inspektorat. Oleh sebab itu, tidak ada tim khusus yang akan dibentuk untuk menelusuri kasus ini.

"Secara rutin inspektorat selalu melakukan monitoring evaluasi dan pengawasan, jadi tidak perlu (membentuk tim) khusus," ujarnya.

Sebagai informasi, Kejati DKI sudah menetapkan dua orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan lahan di kawasan Cipayung, Jakarta Timur ini.

Kedua tersangka itu ialah notaris bernisial LD dan MTT selaku mafia tanah. Kasus ini bermula saat Distamhut DKI membeli sembilan bidang tanah di RT 008 RW 003 Kelurahan Setu, Cipayung, Jakarta Timur. Tanah tersebut dibeli untuk dialihfungsikan menjadi ruang terbuka hijau (RTH).

Saat itu, tanah dibeli dengan harga Rp2,7 juta per meter sehingga total uang yang dikeluarkan mencapai Rp46,49 miliar.

Kejati DKI pun mencium sejumlah kejanggalan dalam proses pembebasan lahan ini. Pasalnya, tak ada dokumen perencanaan pengadaan tanah dan tidak adanya peta informasi rencana kota dari Dinas Tata Kota.

Kejanggalan semakin terasa lantaran tidak ada permohonan informasi aset kepada Badan Pengelola Aset Daerah (BPAD) DKI.

Kasus ini bermula saat Distamhut DKI membeli sembilan bidang tanah di RT 008 RW 003 Kelurahan Setu, Cipayung, Jakarta Timur. Tanah tersebut dibeli untuk dialihfungsikan menjadi ruang terbuka hijau (RTH).

Saat itu, tanah dibeli dengan harga Rp2,7 juta per meter sehingga  total uang yang dikeluarkan mencapai Rp46,49 miliar.Padahal, para pemilik lahan hanya menerima Rp28,72 miliar dengan nilai jual tanah Rp1,6 juta per meter.

Kejati DKI pun mencium sejumlah kejanggalan dalam proses pembebasan lahan ini. Pasalnya, tak ada dokumen perencanaan pengadaan tanah dan tidak adanya peta informasi rencana kota dari Dinas Tata Kota.

Kejanggalan semakin terasa lantaran tidak ada permohonan informasi aset kepada Badan Pengelola Aset Daerah (BPAD) DKI. Selain itu, proses pembebasan lahan ini juga tidak mengantongi izin dari Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.