RN- Hingga kini, polemik jual-beli Gedung Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar Kota Bekasi yang berlokasi di Jl. Jenderal Ahmad Yani, No.18 RT.05/RW.02, Kelurahan Marga Jaya, Kecamatan Bekasi Selatan, Kota Bekasi, Jawa Barat masih berjibaku di Meja Hijau.
Sebab, Drs. Andy Iswanto Salim, melalui kuasa hukumnya Mangalaban Silaban, SH. MH dan Nembang Saragi, SH menyerahkan memori banding ke Panitera Pengadilan Negeri Kota Bekasi, Selasa (16/11/2021) terhadap putusan perkara Nomor: 47/Pdt.G/2021/PN. Bks tertanggal 26 Oktober 2021.
Dalam perkara tersebut, pembanding adalah tergugat melawan penggugat-I (terbanding)-I, Rahmat Effendi selaku mantan Ketua DPD II PG Kota Bekasi, dan penggugat-II (terbanding-II) DPD II PG Kabupaten Bekasi.
BERITA TERKAIT :Pembanding Andy Iswanto Salim dengan tegas menolak putusan perkara No.47/Pdt. G/2021/PN. Bks tersebut karena menurut pembanding, majelis hakim telah salah dan tidak cermat mempertimbangkan fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan.
Menurut pembanding, Majelis Hakim yang dipimpin Ranto Indra Karta, SH. MH, dibantu Hakim Anggota, Rahman Rajagukguk, SH. MH, dan Abdul Rofiq, SH. MH tidak mempertimbangkan kalau terbanding semula penggugat, DR. Rahmat Effendi selaku mantan Ketua DPD-II PG Kota Bekasit idak memiliki legalitas mewakili kepentingan hukum DPD-II PG Kota Bekasi dalam mengajukan gugatan perkara tersebut.
Dalam memori banding, pembanding menyebut, berdasarkan surat gugatan yang menjadi subjek hukum selaku penggugat-I adalah Dr. Rahmat Effendi secara nyata adalah Mantan Ketua DPD-II PG Kota Bekasi.
"Sebagai Mantan Ketua DPD-II PG Kota Bekasi lanjut pembanding, DR. Rahmat Effendi tidak dibekali atau mendapat kuasa yang sah dari pimpinan Partai Golkar Kota Bekasi untuk mengajukan gugatan perkara a quo atas nama DPD-II PG Kota Bekasi," papar Andy Salim Senin, (29/11/2021).
Dengan demikian, tegas Andy Salim Senin, Rahmat Effendi tidak memiliki legalitas sebagai penggugat-I. Maka, segala tindakan dan perbuatan hukum DR. Rahmat Effendi dalam perkara yang dimohon banding ini adalah cacat hukum atau tidak sah. Oleh sebab itu, putusan perkara No.47/Pdt.G/2021/PN. Bks batal demi hukum.
Pembanding menolak keras atas putusan Majelis Hakim yang mengabulkan permohonan penggugat (Terbanding) untuk merubah isi putusan perkara No.41/Pdt.G/2015/PN. Bks yang termuat pada Akta Van Dading Pasal 2 huruf (e) tentang denda keterlambatan sebesar satu persen (1%) per hari menjadi suku bunga enam persen (6%) per tahun. Terhadap putusan perkara No.47/Pdt. G/PN. Bks tersebut, tergugat (Pembanding mengaku sudah mencium jauh sebelum dibacakan majelis hakim.
"Sudah kami bayangkan permainan itu akan berakhir seperti ini. Sejak awal munculnya Penetapan sesat hakim tunggal Ranto Indra Karta, SH. MH, yang kemudian ditunjuk menjadi ketua majelis hakim dalam perkara Nomor:47/Pdt.G/2021/PN.Bks ini, putusan menyesatkan itu sudah kebayang. Makanya jauh sebelum perkara divonis, kami sudah meminta Ketua PN mengganti Ketua Majelisnya, dan melapor kami," terang Andi.
Maka, lanjut Andy Salim, demi Irah-Irah yang dibuat dikepala putusan yang berbunyi 'Demi Keadilan Berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa' kami banding.
"Putusan Majelis Hakim dalam perkara nomor:47/Pdt.G/2020/PN. Bks penuh kejanggalan. Putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap (Inkracht Van Gewijsde) kembali diobok-obok. Perjanjian damai yang dituangkan dalam Akta Van Dading oleh Majrlis hakin PN Bekasi Kota, dapat dianulir putusan PN yang sama, kan aneh," ujar Andi.
Sementara itu, Kuasa Hukum tergugat (Pembanding) mengatakan, berdasarkan UU kesepakatan damai yang dikukuhkan melalui putusan perdamaian Nomor:41/Pdt.G/2015/PN.Bks tersebut, seketika dibacakan hakim, maka seketika itu juga memiliki kekuatan hukum tetap layaknya putusan biasa, mengikat dan final, mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna serta mempunyai kekuatan eksekutorial.
"Maka karena putusan perkara Nomor:41/Pdt.G/2015/PN. Bks ini disamakan dengan putusan yang berkekuatan hukum tetap, tergugat sekarang pembanding telah mensomasi penggugat/terbanding agar berkenan secara sukarela melaksanakan putusan perkara nomor: 41/Pdt.G/2015/PN. Bks, namun penggugat/terbanding tidak mentaati," papar Mangalaban Silaban.
Tergugat (sekarang pembanding) telah berulangkali mengajukan permohonan eksekusi, pertama, tanggal 6 Agustus 2020 yang dijadikan bukti T-6 berupa kwitansi SKUM Nomor:4474/SKUM/12/2020 untuk biaya panjar eksekusi No.34/Eks.G/2020/PN.Bks Jo. No. 41/Pdt.G/2015/PN. Bks.
Pihak Pengadilan, sambung Mangalaban Silaban, telah mengirimkan surat teguran (Aanmaning) dengan relas pemanggilan penggugat sekarang terbanding (termohon eksekusi) Nomor:34/Eks.G/2020PN. Bks Jo. No. 41/Pdt.G/2015/PN. Bks Jo Nomor: 558/Pdt/Plw/2015/PN. Bks, Jo perkara Nomor:59/PDT/2017/PT.BDG, Jo perkara Nomor:105/Pdt.G/2019/PN. Bks pada tanggal 19 Januari 2021 dan tanggal 1 Maret 2021, akan tetapi tidak diindahkan penggugat (Terbanding).
"Hingga pemeriksaan perkara Nomor:47/Pdt.G/2021/PN.Bks berlangsung, proses hukum permohonan EKSEKUSI atas amar putusan perkara Nomor:41/Pdt.G/2015/PN. Bks tersebut masih melekat dan masih dalam proses akan dilakukan upaya paksa," papar Mangalaban Silaban mengakhiri.