RN - Fenomena aneh terjadi dalam tren elektabilitas parpol. Banyak suara parpol yang naik tapi banyak juga yang melorot.
Sebut saja Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Partai pimpinan Grace Natalie itu hanya mendapatkan 0,4 persen.
Bahkan PSI kalah dengan Perindo dengan elektabilitas 1,2 persen, Hanura 0,3 persen, Garuda 0,2 persen, PBB 0,2 persen, Gelora 0,2 persen, PKPI 0,1 persen, Berkarya 0,1 persen, dan lainnya 0,1 persen.
BERITA TERKAIT :Data survei itu diungkap Indikator Politik Indonesia soal tren kenaikan elektabilitas parpol pada Maret 2021 yang diumumkan pada Selasa (4/5).
Pengamat politik, Adib Miftahul menyatakan, tren PSI yang terkesan stag bisa saja dampak dari kesalahan strategi internal. Dia mencontohkan, seperti PSI di DKI Jakarta yang kerap mengkritik Anies Baswedan tanpa data jelas.
"Akibatnya kan blunder. Karena kritik dan opini yang dimainkan bisa saja fakta lapangannya berbeda. Artinya, rakyat merasakan program Pemprov DKI Jakarta tapi malah dikritik," ucapnya kepada wartawan, Rabu (5/5) malam.
Direktur Eksekutif Kajian Politik Nasional (KPN) ini memaklumi jika PSI blunder. Karena sebagai pendatang baru tentunya PSI belum paham medan.
"Kalau PSI memang segmennya anak muda harusnya Perindo kalah dong. Tapi ini Perindo di atas PSI. Kenapa? kalau saya lihat Perindo lebih nyata menjalankan program kerakyatakan di bawah," terangnya.
Adib mencontohkan, kritik PSI soal banjir dan anggaran APBD terkadang tidak tepat sasaran. "Bicara banjir, Jakarta itu dari jaman Belanda sudah banjir. Era Jokowi dan Ahok juga banjir lalu rakyat melihat serta membandingkan kalau Anies sudah kerja. Artinya, fakta-fakta ini kan harus dibedah, ketika orang kerja dan rakyat paham lalu dikritik dengan membabi buta bisa blunder dong," tambahnya.
Diketahui survei Indikator Politik Indonesia, PDIP mengantongi elektabilitas sebesar 25,3 persen. Terjadi tren kenaikan, dari 20,9 persen pada Maret 2021. Naik nyaris 5 persen.
"PDIP biarpun 25,3 persen ada kenaikan dari bulan Maret. Tetapi masih stagnan dibanding tahun lalu," ujar Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi saat rilis survei secara daring, Selasa (4/5).
Posisi kedua ditempati Partai Gerindra dengan elektabilitas sebesar 13,1 persen. Gerindra mengalami penurunan dibanding sebelumnya sebesar 17 persen pada Maret 2021. Total penurunan hampir 4 persen.
Burhanuddin mengatakan, tren turunnya elektabilitas Gerindra beriringan dengan penurunan elektabilitas Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto sebagai calon presiden.
"Gerindra agak menurun karena kebetulan elektabilitas Pak Prabowo juga menurun sebagai capres," kata Burhanuddin.
Berikutnya, ada Partai Golkar yang bertengger di posisi ketiga dengan elektabilitas 9,2 persen. Burhanuddin menyebut Partai Golkar mengalami kenaikan dari 7,6 persen pada Maret 2021.
Begitu juga dengan Partai Demokrat yang berada di urutan selanjutnya dengan elektabilitas 8 persen. Demokrat naik cukup besar dari 5 persen pada Maret 2021.
Lalu, ada PKB dan PKS yang memiliki elektabilitas sama yaitu 7,2 persen. PKS cenderung stabil, sementara PKB mengalami kenaikan dari survei sebelumnya.
Selanjutnya beberapa partai yang kini di Senayan, berada dalam ancaman karena elektabilitasnya tidak mendekati ambang batas 4 persen.
Partai itu adalah PPP dengan elektabilitas 2,4 persen, Nasdem dengan elektabilitas 2,3 persen, dan PAN dengan elektabilitas 1,5 persen.
Bila melihat tren elektabilitas, PPP mengalami kenaikan cukup tinggi dari 0,4 persen menjadi 2,4 persen. Nasdem mengalami sedikit penurunan. Serta PAN mengalami sedikit kenaikan dari 1,2 persen menjadi 1,5 persen.
Sisanya ada Perindo dengan elektabilitas 1,2 persen, PSI 0,4 persen, Hanura 0,3 persen, Garuda 0,2 persen, PBB 0,2 persen, Gelora 0,2 persen, PKPI 0,1 persen, Berkarya 0,1 persen, dan lainnya 0,1 persen.
Sementara itu, responden yang belum punya pilihan partai politik cukup tinggi yaitu sebesar 21,1 persen.
Indikator Politik Indonesia menggelar survei dengan wawancara kontak telepon terhadap responden. Survei digelar pada 13-17 April 2012. Sebanyak 1200 responden dipilih secara acak dari kumpulan sampel acak tatap muka langsung yang pernah digelar Indikator pada rentang Maret 2018 hingga Maret 2020. Survei ini memiliki margin of error sebesar kurang lebih 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.