Berita Indonesia terkini politik, ekonomi, megapolitan , Politik, senayan, nasional balaikota, olahraga, lifestyle dan hiburan ditulis lengkap dan mendalam - Radarnonstop.co

Raperda COVID-19 Anies Tulalit, DPRD Jangan Kejar Target Ketok Palu Doang?

NS/RN | Sabtu, 26 September 2020
Raperda COVID-19 Anies Tulalit, DPRD Jangan Kejar Target Ketok Palu Doang?
Ilustrasi Gedung DPRD DKI.
-

RADAR NONSTOP - Isi Raperda COVID-19 yang dilempar Anies Baswedan ke DPRD DKI Jakarta wajib ditelaah. Karena, ada beberapa pasal yang terkesan banci dan tulalit. 

Para politisi Kebon Sirih itu juga wajib mempelajari secara jelas sebelum ketok palu. Jangan ada kesan, DPRD hanya mengejar produk hukum (Perda) untuk memenuhi kouta kinerja tahunan. 

Praktisi hukum, Ali Lubis SH mengatakan, semangat Anies untuk melindungi warganya dari penularan Corona harus diapresiasi. Tapi, semangat saja tidak cukup karena wajib dibarengi dengan kebijakan yang rasional.

BERITA TERKAIT :
Pembatasan Mobil Pribadi Muncul Lagi, Ide Basi Hapus Kemacetan Jakarta
Gaduh Fasos Fasum, DPRD DKI Sebut Pengembang Perumahan Jelambar CV Harapan Baru? 

Dari beberapa pasal isi draft rancangan peraturan daerah (Raperda) COVID-19 yang saat ini sudah di tangan DPRD kata Ali, terkesan banci dan tulalit. 

"Tidak rasional adalah Pasal 35 BAB XI tentang ketentuan pidana. Pasal 19 misalnya ada soal pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai kekarantinaan kesehatan dan wabah penyakit menular. Pasal 19 yang dimaksud dalam Raperda ini yaitu BAB IV tentang Pelaksanaan PSBB. Inikan ngawur dan kejam atau tulalit," ungkap Ali kepada wartawan, Sabtu (26/9).

Jika mengacu kepada Ketentuan Pidana UU Kekarantinaan Kesehatan, maka ada beberapa pasal yaitu Pasal 90, 91, 92 dimana ancaman pidana penjara paling lama 10 Tahun atau denda Rp 15 miliar. Selanjutnya jika mengacu kepada Pasal 93 yakni setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan dipidana penjara paling lama 1 tahun dan/atau denda 100 juta.

"Disinilah letak ngawur, kejam dan tulalit. Saat ini status Jakarta itu PSBB bukan karantina sehingga tidak bisa ketentuan pidana yang ada di UU Kekarantinaan Kesehatan menjadi acuan Ketentuan Pidana didalam Raperda Covid-19," beber mantan pengacara Ahmad Dhani ini.

Ali yang juga inisiator Lingkar Aktivis Jakarta (LAJ) melanjutkan, pada pasal 28 tentang Perlindungan dan Jaminan Sosial tidak disebutkan secara jelas dan rinci bagaimana warga Jakarta mendapatkan Perlindungan Sosial selama masa Pandemi Covid-19 ini.

"Di sini letak bancinya. Dan draft Raperda COVID-19 ini terkesan tidak ada naskah akademik. Semoga DPRD jeli dan membatalkan pasal-pasal tulalit dan banci itu. Dan harus meminta naskah akademiknya agar warga DKI tidak jadi korban," tambah Ali. 

Wagub Bawa Draf Ke Dewan

Seperti diberitakan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta akan membuat peraturan daerah (perda) tentang penanggulangan penyakit virus corona 2019 (COVID-19).

Dalam rancangan perda tersebut ada klausul tentang sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan pada masa pandemi. Draf itu telah diserahkan Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria kepada DPRD, Rabu (23/9).

Riza yang hadir mewakili Gubernur DKI Anies Baswedan mengatakan, rancangan perda itu sebagai tindak lanjut atas arahan pemerintah pusat tentang perlunya pemda membuat langkah komprehensif dalam penanggulangan Covid-19.

“Perda nanti diharapkan dapat lebih komprehensif. Kita bisa menaungi berbagai kebijakan yang kita ambil termasuk masalah sanksi,” kata Riza di DPRD DKI.

Mantan pimpinan Komisi Pemerintahan DPR RI itu menambahkan, peraturan gubernur ataupun keputusan gubernur tidak bisa mengatur sanksi. Oleh karena itu Pemprov DKI akan mengatur sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan melalui perda.

“Mudah-mudahan melalui Perda ini memungkinkan sehingga aparat hukum dapat menindaklanjuti temuan-temuan yang ada di lapangan,” sambung Riza.

Politikus Partai Gerindra itu menambahkan, rancangan perda tersebut juga memuat klausul tentang tanggung jawab dan wewenang Pemprov DKI, hak dan kewajiban masyarakat beserta larangannya, pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), serta peningkatan layanan kesehatan, pemanfaatan teknologi informasi, pemulihan ekonomi, kemitraan dan kolaborasi.

Rancangan perda itu juga akan mengatur perlindungan dan jaminan sosial, penyesuaian tata kerja pemerintah dan pelayanan publik, pemantauan, evaluasi dan pelaporan, pendanaan, serta ketentuan pidana.

“Oleh karena itu Pemprov DKI Jakarta memandang perlu untuk segera mengambil satu kesatuan kebijakan yang lebih strategis, terintegrasi, dan terencana dalam rangka penanganan COVID-19,” ujar Riza.