RADAR NONSTOP - Anggota Bawaslu RI, M. Afiffudin menyatakan pihaknya telah mengingatkan melalui indek kerawanan pemilu serentak tahun 2020 yang dirilis lembaganya beberapa waktu lalu. Salah satunya tentang potensi 'penggunaan' Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam Pilkada.
Hal itu disampaikan Afif, sapaan akrabnya dalam diskusi virtual bertajuk "Pilkada Tangsel di Tengah Pandemi: Uji Integritas Penyelenggara dan Netralitas ASN".
Afif menjelaskan, ASN harus tetap berada di tempatnya sebagai pelayan masyarakat, dan menolak pelibatan suksesi politik.
BERITA TERKAIT :"Pengawasan netralitas ASN maupun Polri itu pengawasannya di kita, tapi penindakannya bukan, di Bawaslu. Tindakan atas aturan akan dilakukan oleh KASN," katanya, Kamis (23/7/2020).
Menurut dia, potensi pengarahan ASN sangat mungkin dilakukan dalam lingkaran kekuasaan atau bakal calon yang masih menjadi pejabat daerah.
Khusus di kota Tangerang Selatan, Afif menyebut sejumlah kasus dugaan pelanggaran ASN sudah dinaikkan statusnya sebagai temuan Bawaslu daerah.
"Situasi (hari) ini tiga bakal calon yang berpotensi mencalonkan diri ini kan berlatar belakang ASN, kita tunggu sebagai calon (resmi). Ini tidak mengherankan jika kita mewaspadai jika mobilisasi ASN ini tidak dilakukan di Tangsel. Ini tugas Bawaslu bersama semuanya harus diawasi, dicegah bersama," sambungnya.
Komisioner KPU Kota Tangsel, Ahmad Mujahid Zein mengungkapkan, pihaknya memiliki 'Pekerjaan Rumah' yang berat karena harus melaksanakan Pilkada di tengah pandemi Covid-19.
Selain tak ada pengalaman menggelar Pilkada di tengah wabah, berbagai potensi pelanggaran juga menjadi momok yang menakutkan.
"Pada setiap tahapan pemilihan, kita mencoba harus mengikuti PKPU nomor 6 terkait standar pelaksanaan Pilkada sesuai protokol Covid-19. Partisipasi kita sebagai penyelenggara Pemilu, tanpa ada Covid-19 pun, kita ada tantangan," ujarnya.
Dia melihat, persoalan isu money politik dan netralitas ASN adalah isu-isu yang paling kuat mendapat perhatian publik. Maka dibutuhkan, penanganan yang serius dari KPU, Bawaslu dan otoritas yang berwenang mengani hal itu.
"Money Politic, kita pernah mengadakan survei disebutkan ada angka-angka mengejutkan terkait permisifnya pemilih di Tangsel terkait vote buying. Kami ada program menyosialisasikan Gerakan anti politik uang dan SARA," jelasnya.
Sementara, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini memilih untuk mengulas perilaku dan modus operandi 'mobilisasi' ASN dalam Pilkada.
Menurut Titi, potensi pelibatan dan mobilisasi ASN bisa dilakukan oleh calon petahana maupun non petahana, yang memiliki akses ke perangkat aparatur pemerintah sampai tingkat bawah.
"ASN punya hak pilih, tentu one person one vote one value, tetapi ASN tidak punya hak untuk dipilih secara leluasa. Bisa, kalau sudah tidak berstatus sebagai ASN, mengundurkan diri atau melepaskan status jabatannya," ucapnya.
Dilanjutkan dia, kenapa ASN memihak atau tidak netral dalam Pilkada? Pertama, ia menyebutkan, karena adanya hubungan kekerabatan antara oknum ASN dengan calon kepala daerah. Kedua, adanya tekanan struktural karena atasannya adalah kepala daerah incumbent.
Ketiga, lanjut dia, adanya kekhawatiran adanya mutasi jabatan atau mandegnya jenjang karir apabila tidak ikut mendukung petahana. Keempat, adanya tukar jasa berkaitan dengan posisi atau jabatan aparatur sipil negara (ASN).
Kemudian yang kelima, pada daerah yang kepala daerah dan wakilnya pecah kongsi, atau masing-masing maju sebagai kandidat calon kepala daerah maka ASN akan terpecah soliditasnya.
"Lalu tantangannya juga akan semakin berat di masa pandemi ini, apalagi banyak program penanganan Covid-19 memicu praktik politisasi bansos dan program pemulihan dampak Covid-19 oleh aktor politik yang berkompetisi. Politisasi program Covid-19 ini kemungkinan besar akan melibatkan ASN daerah," bebernya.
"Kita harus mewaspadai netralitas ASN, kita harus belajar dari Pilkada terdahulu yang menjadi pemicu dan diputuskannya Pilkada ulang. Sanksinya bisa pidana sampai pada diskualifikasi calon," tambahnya lagi.
Narasumber lain pada diskusi itu, yakni analis politik asal UIN Jakarta, Adi Prayitno menerangkan, isu netralitas ASN di Pilkada nampak seperti benang kusut yang sulit diurai. Dia melihat, persoalan ini memang harus dibongkar dari hulu ke hilir, sehingga memiliki dampak yang efektif ke depan.
"Ingat, ASN itu harus tetap mengabdi kepada rakyat, bukan parpol atau paslon tertentu. Ini harus dicatat, bagi ASN yang ikut-ikutan politik bisa masuk neraka. Dosa itu bukan hanya nyolong sandal, atau curi uang, tapi menyalahgunakan jabatan juga sanksinya masuk neraka. Jadi harus ingat itu untuk ASN-ASN kita di Pilkada supaya hati-hati," pungkasnya.
Pada Pilkada saat ini, Wali Kota Airin Rachmi Diany yang juga menjabat sebagai Ketua DPD Golkar resmi mendukung penuh wakilnya, Benyamin Davnie maju berpasangan dengan Pilar Saga Ikhsan. Dukungan itu pun disertai tarik-menarik pelibatan ASN di Tangsel.
Hal tersebut terbukti setelah Bawaslu menyelidiki pesan "Broadcast" yang berisi perintah mendata seluruh pegawai ASN dan nomor kontaknya guna diminta bantuan dalam Pilkada.
Terungkap, jika "Broadcast" dikirim dari Camat Pondok Aren kepada Sekretaris Lurah Jurang Mangu Timur, dan diteruskan ke grup whatsapp internal kelurahan. Broadcast tersebut mengatasnamakan Wali Kota dan Wakil Wali Kota.