RADAR NONSTOP - Diskusi publik yang digelar Presedium Pemantau Pengawas Pembangunan Tangerang Raya (P4TRA) membahas tentang permintaan penutupan TPA Cipeucang cukup menarik perhatian.
Pasalnya, jika melihat kondisi Tangerang Selatan (Tangsel) dengan persoalan sampah bisa dibilang darurat. Namun permintaan penutupan TPA Cipeucang apakah bisa menjadi solusi?
Berdasarkan informasi yang berhasil diperoleh Radarnonstop.co (Rakyat Merdeka Group) dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Tangsel menyampaikan, volume sampah di Tangsel dalam sehari bisa mencapai 980 ton.
BERITA TERKAIT :Namun sampah tersebut rupanya tidak seluruhnya dibuang di TPA Cipeucang. Akan tetapi sampah yang masuk di TPA Cipeucang diperkirakan hanya mencapai 350-450 ton per harinya.
Lantas sisa-sisa sampah tersebut menjadi misterius lantaran Pemkot Tangsel dalam hal ini secara tidak langsung kehilangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari restribusi sampah.
Diskusi yang diselenggarakan P4TRA dengan menghadirkan narasumber seperti Ketua Presedium P4TRA Kemal MS, aktivis anti korupsi Suhendar, pengamat kebijakan publik Miftahul Adib dan bakal calon Walikota Tangsel Heri Gagarin.
Pengamat kebijakan publik, Miftahul Adib dalam kesempatan itu menyampaikan, sikap individualistik (Ego Sektoral, red) Tangsel cukup tinggi.
Sebab itu, kata Adib, komunikasi politik antar daerah seperti Tangsel harus membuka komunikasi meminta bantuan kepada Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang.
Komunikasi itu dalam hal kerjasama soal pembuangan sampah, dengan komunikasi dan menyandingkan ego sektoral dinilai sangat bisa dilakukan serta berpeluang sebagai solusi soal sampah di Tangsel.
"Pasca peristiwa jebolnya sheet pile TPA Cipeucang, itu Kota Tangerang saja kalau ga salah mengirim cairan penghilang bau. Apalagi yang dilakukan Kota Tangerang demi kemaslahatan masyarakat, itu jika dilakukan sebenarnya bisa kok, tergantung merangkai sebuah komunikasi saja," terang Miftahul Adib.
Adib pun mengaku sempat mengkritisi, bahwa Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang itu sangat baik lantaran sebagai saudara tua Tangsel.
Kebaikan dua daerah itu dicontohkan Adib, saat Kota Tangerang Selatan mengirimkan sampah melalui sungai Cisadane tidak diprotes. Padahal, air sungai Cisadane dikelola dua daerah itu untuk pengelolaan air minum.
"Itu kan sepertinya simbol informasi non formal bahwa saudara tua itu sangat memahami dan perhatian dengan Tangsel. Maka saya bilang kalau ego sektoral itu harus dilepaskan, sebab ini akan menjadi beban moral tentang politik Bu Airin. Dalam akhir jabatan peristiwa jebolnya sheet pile Cipeucang akan menjadi kado terburuk kepemimpinan Airin-Benyamin,"ungkap Adib.
Dengan demikian akademisi UNIS Tangerang itu menegaskan, akumulasi kebijakan harus diaudit. Kata Adib, evaluasi itu adalah penegak hukum harus dapat membongkar sebab dan akibat robohnya sheet pile apakah ada kelalaian manusia.
Sementara, aktivis antikorupsi Suhendar, dalam kesempatan itu pun mengatakan, TPA Cipeucang seharusnya memiliki orientasi mengelola sampah sejak TPA tersebut berdiri.
Pengelolaan sampah dengan cara penumpukan menurut Suhendar bukan menjadi solusi mengelola sampah.
Sebab, kata Suhendar, penumpukan sampah dalam jangka panjang justru akan menjadi masalah besar seperti bom waktu dalam akhir masa jabatan Airin-Benyamin dengan memberikan kado sheet pile TPA Cipeucang seharga Rp 24 milliar roboh.
"Kalau menurut saya dalam menangani sampah itu, kita harus menghadirkan ahlinya. Agar dapat mengurangi volume sampah dengan mengadakan pengadaan tekhnologi dan mengurangi persoalan dihulunya dengan solusi memisahkan sampah organik dan organik," terang Suhendar.
Menurut Suhendar, Tangsel memang ada model mengelola sampah dengan cara memisahkan sampah organik dan non organik.
Namun cara itu sepertinya, kata Suhendar, hanya tipu muslihat saja. Pasalnya, dalam pengambilan sampah yang telah dipisahkan itu kemudian diangkut oleh satu truk saja.
Sampah yang sebelumnya telah dipisahkan masyarakat saat dalam tong sampah, pada akhirnya sampah-sampah organik dan non organik akan kembali lagi menyatu karena dicampur lagi dalam satu truk.
"Artinya pengelolaan sampah ini tidak ada desaign yang matang. Saya rasa inilah kado mereka dalam masa akhir jabatan dengan memberikan kejutan robohnya sheet pile TPA Cupeucang,"kata Suhendar.
Bakal Calon Walikota Tangsel, Heri Gagarin pun memiliki solusi dalam menuntut penutupan TPA Cipeucang pasca robohnya sheet pile seharga sekitar Rp 24 milliar tersebut.
Menurut dedengkot PDIP Tangsel itu, pihaknya melihat Cipeucang akan menjadi perhatian khusus untuk penanganan masalah sampah di Tangsel.
Dengan adanya itu, pihaknya memiliki solusi akan membuat Cipeucang sebagai otorita daerah khusus untuk penanganan sampah di Tangsel yang bisa berkoordinasi dengan baik dengan ramah lingkungan.
"Masalah sampah ini telah menjadi icon Tangsel dan tidak ada habisnya jika masalah sampah ini tidak dimaksimalkan dengan baik. Kita harus kembalikan kepada masyarakat pola mengelola sampah dengan baik. Kita harus bisa merubah peran serta masyarakat dengan pola mengelola sampah," terang Heri Gagarin.
Politikus PDIP tersebut menyimpulkan terkait masalah Cipeucang, kata dia, Cipeucang harus diperhatikan dengan baik. Meski sebelumnya ada upaya untuk menghentikan operasional Cipeucang, menurutnya, langkah itu bisa dijadikan salah satu solusi.
"Menghentikan operasional Cipeucang bisa jadi salah satu solusi, memang harus kita pertimbangkan kembali dampak dari masyarakat kita akan membuang sampah kemana," tandasnya.
Informasi yang berhasil dirangkum Radarnonstop.co (Rakyat Merdeka Group) menyampaikan, luas lahan TPA Cipeucang mencapai 13, 6 hektar. Lahan tersebut telah digunakan untuk landfill satu seluas 2, 5 hektar dan digunakan untuk landfill dua seluas 1, 7 hektar.
Artinya masih terdapat sisa lahan kosong yang masih belum digunakan untuk pembuangan sampah. Dalam persoalan sampah di Tangsel, penutupan operasional Cipeucang dan kerjasama antar daerah dalam hal menumpang buang sampah apakah menjadi solusi?