RADAR NONSTOP--Dugaan korupsi pengadaan dua helikopter untuk keperluan bencana senilai Rp 529.2 milyar dibongkar. Yang membongkar kasus ini adalah CBA (Center For Budget Anaysis).
Dalam rilis yang dikirim ke Radar Nonstop, Kamis (27/9/2018), Direktur CBA, Uchok Sky khadafi menyebutkan, pada tahun 2018, lembaga negara yang bernama Badan Sar Nasional sedang melakukan pengadaan lelang 2 unit Helicopter Medium Intermediate (Multiyear 2018 - 2019). Harga prakiraan sendiri sebesar Rp 529.2 miliar.
"Kemudian kami dari CBA (Center For Budget Anaysis) dalam investigasi menemukan ada kejanggalan dalam pengadaan lelang dua Helicopter oleh Badan Sar Nasional ini sehingga harus dibatalkan," tegasnya.
BERITA TERKAIT :Mengapa harus dibatalkan? Karena, karena kata Uchok, pertama, sistem pengadaan lelang bukan lelang internasional yang berakibat membuka celah munculnya broker yang akan merugikan keuanggan negara. "Ini artinya, pihak Badan Sar Nasional tidak langsung membeli helikopter ke pabrik, tetapi harus melalui calo atau broker yang akan merugikan keuangan negara," sebutnya.
Lalu, alasan kedua, lanjut Uchok, sesuai dengan dokumen lelang yang diperoleh oleh LSM CBA, spesifikasi dalam dokumen lelang akan mengarah ke satu merek tertentu. "Dan akan memenangkan perusahaan tertentu," tukasnya.
Maka untuk itu, pihaknya meminta kepada KPK agar segera menanggil Kepala Badan SAR Nasional, Marsekal Madya TNI Muhammad Syaugi, S.Sos., M.M. terkait adanya keanehan atau kejanggalan dalam proses lelang tersebut yang tidak mempergunakan sistem lelang internasional. "Kami meminta kepada KPK agar menekan pihak Badan Sar Nasional dalam lelang dua helikopter ini harus kembali sistem bidding internasional. Karena, selama ini, pengadaan lelang helikopter di Badan Sar Nasional selalu menerapkan sistem bidding lelang Internasional," pintanya.
Selanjutnya, terakhir, dikatakan Uchok, CBA meminta kepada DPR agar segera menekan pihak Badan Sar Nasional untuk segera membatalkan pengadaan lelang dua helicopter karena tidak menggunakan sistem lelang internasional. "Kalau tetap tidak memakai sistem Internasional dalam lelang tersebut, maka akan mengakibatkan ada dugaan indikasi mark up atas uang negara," ia menandaskan.