RADAR NONSTOP - Hingga saat ini keluarga korban peristiwa 21 - 22 Mei belum mendapatkan keadilan. Pengusutan penembakan yang berujung kematian 9 orang anak bangsa belum juga mendapat titik terang.
Prihatin atas kondisi ini, ratusan massa yang tergabung dalam Gerakan Nasional Kedaulatan Rakyat (GNKR) kembali menyatroni kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
Massa menanyakan tindak lanjut pelaporan terkait meninggalnya sembilan orang dalam aksi 21-22 Mei lalu. Mereka juga meminta Komnas HAM membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) untuk mengusut meninggalnya ratusan petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).
BERITA TERKAIT :Wakil Ketua Persaudaraan Alumni (PA) 212, Ustaz Asep Syaripudin menuturkan, kedatangan mereka ke Komnas HAM sebagai bentuk aspirasi mayoritas masyarakat Indonesia terkait tragedi 21-22 Mei. Menurut Asep, banyak kesimpangsiuran informasi tragedi tersebut.
“Tentu ini keprihatinan semua. Pemerintah dan aparat seharusnya bisa menyelesaikan ini semua, tapi kami lihat pemerintah gagal,” kata Asep saat audiensi dengan komisioner Komnas HAM, di Gedung Komnas HAM, Jumat (28/6/2019).
Meski begitu, ia mengapresiasi Komnas HAM yang fokus dalam penegakan HAM. Ia berharap Komnas HAM mampu menyelesaikan persoalan meninggalnya sembilan orang, dimana mayoritas merupakan anak-anak.
“Ini tragedi yang sangat memilukan di bulan Ramadhan,” ujarnya.
Presidium Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Ulama (GNPF Ulama), Edy Mulyadi meluruskan terkait banyaknya pemberitaan yang menyebutkan massa aksi 21-22 sebagai perusuh. Terlebih, kepolisian menyebutkan ada dua segmen massa aksi yang berbeda.
“Mestinya (media) bisa mencerna kalau perusuh ini berbeda dengan massa aksi damai. Jadi, mohon dengan sangat jangan mengatakan kami perusuh,” kata Edy.
“Berhenti mengutip pernyataan Argo (Humas Polda Metro Jaya), Iqbal (Karopenmas Mabes Polri) karena saya sudah hopeless dengan lembaga pemerintah,” ujarnya menambahkan.
Senada, Juru Bicara GNKR, Ahmad Yani mengaku keberatan dengan framing media yang menyebut massa aksi 21-22 sebagai kaum perusuh. Padahal, mayoritas korban yang meninggal berasal dari massa aksi dan di bawah umur.
“Bahkan, dalam perang sekalipun tidak diperbolehkan membunuh anak-anak. Oleh karena itu, dari berbagai korban ini telah menunjukan kuat ada pelanggaran HAM,” kata Yani.
Dalam kesempatan itu, ia meminta Komnas HAM memaparkan perkembangan pengusutan terhadap meninggalnya sembilan orang dalam aksi tersebut. Yani menjelaskan, Komnas HAM dapat segera melakukan penyelidikan untuk dibawa ke Kejaksaan.
“Kami ingin menegakkan dan meminta keadilan, jangan lagi kami di framing sebagai (kubu) 02, kami ingin Komnas HAM menunjukkan taringnya dan bekerja profesional sesuai kewenangannya,” ujar dia.