RADAR NONSTOP- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melaporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah pusat (LHP LKPP) tahun 2018 serta ikhtisar hasil pemeriksaan (IHPS) semester II tahun 2018.
Penyerahan dilakukan langsung oleh Ketua BPK Moermahadi Soeja Djanegara kepada Presiden Jokowi di Istana Negara, Jakarta Pusat. Sebelumnya, BPK juga sudah menyerahkannya kepada dewan perwakilan rakyat (DPR), Rabu (29/5/2019).
Dalam laporan tersebut KPU mendapat predikat Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Menurut Ketua KPU Arief Budiman, hal ini terjadi karena adanya peningkatan anggaran untuk pemilu.
BERITA TERKAIT :"Yang jelas ada peningkatan kan jumlah anggaran yang harus dikelola KPU. Bukan jumlah nominal anggarannya saja yang naik, tapi juga jenis kegiatannya jadi lebih banyak," ungkap Arief, Rabu (29/5/2019) di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta.
Menanggapi hal ini, ekonom Harryadin Mahardika menyarankan agar KPU bisa bersikap lebih transparan dan akuntable. Terutama terkait kritikan dari masyarakat terkait pengadaan barang dan jasa, termasuk kotak kardus dan sistem IT.
"Predikat WDP menjadi salah satu indikasi bahwa KPU memiliki kewajiban untuk memperbaiki pengelolaan anggarannya. Masyarakat akan membandingkan predikat tersebut dengan fakta carut marutnya pelaksanaan Pileg dan Pilpres di lapangan. Ditemukannya ratusan ribu Kartu Suara yang telah tercoblos di Malaysia dan Papua; dibakarnya puluhan kotak suara; pemalsuan form C1; sampai dengan kematian hampir 700 petugas, menimbulkan asumsi di masyarakat bahwa permasalahan tersebut berbanding lurus dengan pengelolaan anggaran yang tidak tertib.” ujar alumnus dan mantan dosen Universitas Indonesia ini.
"Untuk itu KPU perlu mengedepankan sikap yang lebih transparan dan akuntabel, terutama terkait catatan dan temuan yang telah diberikan oleh BPK," tambahnya.
Harryadin selanjutnya mengatakan saat ini seluruh masyarakat Indonesia sedang memperhatikan kinerja KPU, dan banyak kalangan yang memberikan raport merah atas maraknya kejanggalan yang terjadi.
"Integritas KPU dalam memberikan laporan keuangan yang baik akan sekaligus bisa diasosiasikan dengan profesionalisme KPU. Jika laporan keuangannya saja masih diragukan oleh BPK, maka imbasnya masyarakat juga akan meragukan profesionalisme KPU sebagai penyelenggara Pileg dan Pilpres 2019. Masyarakat akan memiliki justifikasi tentang berbagai pertanyaan terkait profesionalisme KPU, seperti tingginya angka petugas KPPS yang meninggal, sistem situng yang sampai saat ini belum selesai, pengumuman hasil putusan di tengah malam, dan sebagainya," tutur Harryadin.
Haryadin menyarankan agar temuan-temuan BPK dari pemeriksaan KPU dapat dibuka dan dibahas dalam forum diskusi yang mengundang pakar dan intelektual. Tujuannya untuk mencari kekurangan-kekurangan yang bisa diperbaiki di masa depan agar penyelenggaraan pemilu di Indonesia menjadi lebih berkualitas.
"Sebaiknya diadakan diskusi intelektual, agar hasilnya dapat menjadi pedoman bagi pengelolaan anggaran yang lebih berkualitas kedepan" tutupnya.