Berita Indonesia terkini politik, ekonomi, megapolitan , Politik, senayan, nasional balaikota, olahraga, lifestyle dan hiburan ditulis lengkap dan mendalam - Radarnonstop.co

Lahan BMKG Tangsel, Ini Cerita Pedagang Hewan Kurban Bayar Koordinasi RT, RW Hingga Lurah Rp 22 Juta?

RN/NS | Senin, 26 Mei 2025
Lahan BMKG Tangsel, Ini Cerita Pedagang Hewan Kurban Bayar Koordinasi RT, RW Hingga Lurah Rp 22 Juta?
Lahan milik BMKG di Tangsel yang ditertibkan petugas.
-

RN - Lahan BMKG di Pondok Betung, Tangerang Selatan (Tangsel), Banten disewakan kepada pedagang. Uang sewa yang dibayarkan kepada GRIB Jaya berbeda-beda. 

Ina Wahyuningsih yang membuka lapak jual hewan kurban untuk Iduladha di lahan tersebut sejak 10 Mei mengaku sudah keluar dana Rp 22 juta. Dana tersebut diberikan untuk sewa lahan, koordinasi ke RT, RW hingga lurah.

Diketahui, lahan sekitar 12 hektare itu diduduki oleh ormas GRIB. 

BERITA TERKAIT :
JARI’98 Soroti Pembubaran Ormas dan Pemberantasan Premanisme

Saat berbincang dengan Kapolres Tangerang Selatan AKBP Victor Inkiriwang, Ina mengaku menyetor uang hingga Rp22 juta ke ormas GRIB Jaya Tangsel untuk bisa melapak di sana.

Ia juga bercerita awal mula menyewa lapak kepada GRIB. Dia mengakui memang sedang mencari lahan kosong untuk berjualan hewan kurban. Ina pun mengaku mengenali seorang anggota GRIB dan tahu ada lahan kosong yang diduduki ormas itu.

"Dan saya lihat lahan ini kan ada kosong, saya bertanya lah sama mereka," ucap Ina menjawab pertanyaan Kapolres, Sabtu (24/5).

"Siapa?" tanya Victor.

"Keke sama Bang Jamal," sambung Ina.

"Sebagai apa?" timpal Victor.

"Bang Jamal itu sekjen dari GRIB, kalau Keke Ketua Ranting dari GRIB. Saya bertanya, 'bisa enggak kita pakai lahan ini? Terus saya harus hubungin siapa?' Terus Ketua Keke bilang, 'Saya telepon dulu ya Mpok, Ketua Yani.' Waktu itu saya juga enggak kenal sama Ketua Yani," jelas Ina.

"Akhirnya telepon dan kita janjian, dan Ketua Yani ACC, dia bilang 'enggak apa-apa. 'Pak, aman nih, Pakk?'. Ini punya siapa?', 'Aman Bu, ini kekuasaan kita lah'. Maksudnya bahasanya itu ahli waris. Disuruh kita yang nunggu, kalau aman ya sudah," cerita Ina kepada Victor.

Setelah dirasa oke, Ina dan Yani pun bernegosiasi untuk pemakaian lahan itu. Ina mengaku biasanya sewa lahan Rp10 juta hingga hari lebaran haji tiba.

"Satu lahan itu untuk sampai kelar. Tapi kan kita selalu ada koordinasi sama RT, RW, Lurah, Babinsa semuanya, itu kan perlu uang. Akhirnya Ketua Yani mengajukan soal kepengurusan koordinasi secara include. Ibu enggak tahu-menahu soal RT-RW semuanya mereka yang urus include minta Rp25 juta. Akhirnya saya negosiasi setelah saya negosiasi deal-lah di angka 22 (Rp22 juta)," kata Ina.

"(Uang) 22 juta itu dengan bahasa mereka mau, semua koordinasi tentang semuanya lah di dalamnya ini, termasuk semuanya include lah, akhirnya saya setuju. Saya bilang saya lunasin setelah sapi turun," sambungnya.

Sementara itu, pedagang lainnya yakni Darmaji mengaku bisa melapak di sana berawal dari tawaran Ketua RT di lingkungannya untuk berdagang di lahan tersebut. Kemudian dia mengaku menyetor sewa bulanan untuk mendapat akses berjualan di sana.

"Tadinya ditawarin sama RT ada lapak di sini," kata Darmaji saat ditanya Victor di sela-sela penertiban lahan.

"Buka lapak di sini? Izinnya dari? Pak RT? Ada iuran?" tanya Victor.

"Enggak ada, sewa bulanan aja," jawab Darmaji.

"Diserahkan ke siapa sewa bulanannya?," kata Victor.

"Ditransfer, Pak," sambung Darmaji.

"Namanya?" tanya Victor lagi.

"Pak Yani," ucap Darmaji.

"Siapa Pak Yani?," tukas Victor.

"Ketua GRIB," jawab Darmaji.

Selama lima bulan buka lapak, Darmaji mengaku rutin menyetor uang sewa. Uang itu dikirim lewat transfer bank ke rekening Ketua GRIB Kota Tangsel Yani Tuanaya.

"(Uang sewa) Rp3,5 juta," kata Darmaji

Sejak membuka lapaknya di sana, Darmaji tidak mendapat penjelasan terkait masalah atau siapa pemilik lahan tersebut. Dia hanya memberi uang sewa keperluan lapak untuk keamanan hingga biaya listrik.

"Iya, uang sewa dan listrik," ucap Darmaji saat ditanya apakah Rp3,5 juta itu untuk keamanan hingga biaya listrik.

Kini, Darmaji harus membongkar lapaknya dan pindah ke tempat lain. Namun, Ina mendapat keringanan untuk tetap di sana sampai hari raya Iduladha.

Diamankan Polisi 

Sementara polisi sudah menangkap 17 orang terkait pendudukan lahan milik Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) di Kelurahan Pondok Betung, Kota Tangerang Selatan, Banten.

Dari 17 orang itu, 11 di antaranya anggota GRIB Jaya dan enam lainnya mengaku ahli waris lahan dengan luas sekitar 12 hektare tersebut.

"Dalam kegiatan operasi preman ini setidaknya kami telah mengamankan ada 17 orang, 11 di antaranya adalah oknum dari Ormas GJ, kemudian enam di antaranya adalah ahli waris, yang mengaku sebagai ahli waris," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi, Sabtu (24/5).

Ia menjelaskan salah satu dari 11 orang tersebut merupakan Ketua Dewan Pimpinan Cabang GRIB Jaya setempat berinisial Y.

Ade Ary mengatakan anggota ormas GRIB Jaya diduga melakukan pungutan liar (pungli) terhadap pihak lain atas pemanfaatan lahan BMKG.

Ia menjelaskan para pedagang yang beraktivitas di lahan itu dimintai uang masing-masing hingga puluhan juta rupiah. Uang pungli tersebut ditransfer ke pimpinan GRIB Jaya berinsial Y yang telah ditangkap.

"Pengusaha pecel lele dipungut Rp3,5 juta per bulan, kemudian dari pengusaha pedagang hewan kurban, itu telah dipungut Rp22 juta. Jadi dua korban ini langsung mentransfer kepada oknum anggota ormas saudara Y," ujarnya.

Sebelumnya, BMKG melaporkan ormas GRIB Jaya ke pihak berwajib terkait dugaan pendudukan lahan milik negara secara sepihak.

Dalam laporan dijelaskan BMKG adalah pemilik tanah dan bangunan seluas 127.780 meter persegi yang berada di daerah Pondok Betung, Tangerang Selatan.

"Dengan atas hak yang dimiliki, kemudian sekitar Januari 2024, korban diinformasikan oleh pihak penjaga bahwa terlapor telah memasang plang yang bertuliskan. 'Tanah Ini Adalah Ahli Waris dari R bin S'," kata Ade Ary, Jumat (23/5).

"Dan di lokasi yang tidak jauh dari lokasi sebelumnya, terlapor merusak pagar secara bersama-sama dan menguasai TKP, menguasai tanah, hingga saat ini melakukan pemasangan plang bahwa tanah itu milik ahli waris," imbuh dia.