Berita Indonesia terkini politik, ekonomi, megapolitan , Politik, senayan, nasional balaikota, olahraga, lifestyle dan hiburan ditulis lengkap dan mendalam - Radarnonstop.co

Bos BUMN Kebal Dari KPK, Ini Aturan Karpet Merah Jika Korupsi 

RN/NS | Selasa, 06 Mei 2025
Bos BUMN Kebal Dari KPK, Ini Aturan Karpet Merah Jika Korupsi 
Ilustrasi
-

RN - Para petinggi BUMN sumringah. Perusahaan plat merah itu ternyata tak bisa dijerat KPK jika melakukan penyelewengan. 

Hal ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) yang resmi diberlakukan pada 24 Februari 2025.

Dalam UU BUMN terbaru ini, direksi dan komisaris BUMN tidak lagi dianggap sebagai penyelenggara negara. Hal ini menimbulkan dampak besar terhadap ruang lingkup kerja KPK dalam memberantas korupsi di lingkungan BUMN.

BERITA TERKAIT :
Direksi & Komisaris BUMN Bukan Pejabat Negara, Masuk Dalam UU Baru

UU ini menggantikan UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN dan menjadi sorotan karena dinilai melemahkan peran KPK dalam melakukan penindakan hukum terhadap pelaku korupsi di perusahaan pelat merah.

Dalam UU Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN, terdapat dua pasal penting yang menjadi sorotan:

Pasal 3X ayat (1): "Organ dan pegawai Badan bukan merupakan penyelenggara negara".

Pasal 9G: "Anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara".

Penjelasan Pasal 9G menambahkan bahwa meski bukan penyelenggara negara dalam konteks BUMN, status penyelenggara negara seseorang tidak serta merta hilang.

Namun demikian, hal ini cukup untuk membuat KPK tidak lagi memiliki dasar hukum untuk menangani kasus-kasus dugaan korupsi yang melibatkan direksi dan komisaris BUMN, sebagaimana tercantum dalam UU KPK Nomor 19 Tahun 2019.

KPK tunduk pada Pasal 11 ayat (1) UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, KPK hanya dapat menyelidiki, menyidik, dan menuntut tindak pidana korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, atau kasus dengan kerugian negara minimal Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Namun, dengan dikeluarkannya direksi dan komisaris BUMN dari kategori penyelenggara negara, maka wewenang KPK menjadi terbatas.

Hal ini memicu keprihatinan di berbagai kalangan, mengingat peran BUMN sangat strategis dan potensi kerugian negara di sektor ini sangat besar.

Menanggapi perubahan ini, Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto, menyatakan bahwa pihaknya akan melakukan kajian menyeluruh terhadap substansi UU BUMN.

Kajian ini akan melibatkan Biro Hukum serta Kedeputian Penindakan untuk melihat sejauh mana dampaknya terhadap penegakan hukum oleh KPK.

Menurut Tessa, kajian tersebut penting untuk memastikan bahwa pemberantasan korupsi tetap bisa dijalankan secara optimal, sesuai dengan semangat reformasi dan komitmen pemerintah untuk meminimalkan kebocoran anggaran.

"Jangan sampai ada kesan bahwa BUMN menjadi zona bebas dari pengawasan hukum hanya karena perubahan definisi penyelenggara negara. Ini bisa berbahaya bagi akuntabilitas publik," ujar Tessa.

Sebagai pelaksana undang-undang, KPK tetap menghormati aturan yang berlaku termasuk pada UU BUMN ini. Namun, jika pemberantasan korupsi ingin terus diperkuat, maka regulasi seperti UU BUMN perlu dikaji ulang dengan saksama.

#BUMN   #KPK   #UUBUMN