Berita Indonesia terkini politik, ekonomi, megapolitan , Politik, senayan, nasional balaikota, olahraga, lifestyle dan hiburan ditulis lengkap dan mendalam - Radarnonstop.co

Jakarta Butuh Figur Yang Paham Kegelisahan Warga

Bcr | Minggu, 26 Mei 2024
Jakarta Butuh Figur Yang Paham Kegelisahan Warga
-

RN- Pilgub Jakarta Agustus nanti akan masuk tahap pendaftaran calon, tepatnya tanggal 27 Agustus 2024 sampai 29 Agustus 2024.

Saat ini sederet nama mulai memenuhi dinamika pencalonan gubernur dan wakil gubernur Jakarta. Dan mulai mendapat dukungan parpol untuk maju dalam pilgub Jakarta 2024 ini.

Harapan warga Jakarta terkait pemimpinnya kelak adalah pemimpin yang berpihak pada kepentingan rakyat dan fokus pada peningkatan kesejahteraan warga Jakarta.

BERITA TERKAIT :
Pramono Jangan Mau Dikibuli, Para Pemburu Jabatan Jago Klaim Dan Pasang Boneka
Megawati Muncul Usai Jokowi Turun Di Jateng & Jakarta, Tuding Aparat Gak Netral

Demikian pendapat, Asep Firdaus koordinator Jaringan Warga Kota Jakarta (Jaga Kota) dalam siaran pers yang disebar melalui media sosial hari ini, Sabtu (25 /5).

Menurut Asep, warga Jakarta sangat mengharapkan pemimpin yang bukan hanya cerdas tapi juga memiliki sentuhan hati dalam merasakan masalah kehidupan warga Jakarta.

"Sentuhan hati itu tidak bisa diciptakan tanpa pernah ada pengalaman yang sama dengan problem kehidupan warga Jakarta" ujar Asep.

Asep menambahkan, sentuhan itu lahir dari suasana batin yang pernah dirasakan oleh calon pemimpin terhadap problem kehidupan yang sama dirasakan warga.

"Tidak hanya berempati terhadap problem kehidupan warga demi pencitraan" tegas Asep.

Seperti Soekarno yang lahir dari suasana batin rakyat Indonesia yang menginginkan kemerdekaan. Bung Karno tampil sebagai pemimpin yang mencerminkan kegelisahan rakyat saat itu, masih menurut Asep.

"Dari sekian nama yang masuk radar bakal calon gubernur Jakarta, hanya Sudirman Said yang pernah merasakan pahit getir kehidupan dibawah" ujar Asep.

Sudirman Said adalah figur yang masa kecilnya merasakan susahnya memenuhi biaya pendidikan, dan susahnya bertahan hidup.

"Sejak ditinggal wafat ayahnya, pak Dirman (Sudirman Said-red) hidup menumpang dengan pamannya, pernah menangis saat pulang sekolah karena tidak boleh ikut ujian sekolah disebabkan belum membayar iuran ujian" cerita Asep.

Pengalaman pahit getir menjalankan kehidupan yang sulit, menempa Sudirman Said menjadi tokoh yang jauh dari perilaku merendahkan orang lain.

"Tokoh yang pernah hidup susah ini akan teruji ketika menjadi pemimpin, dimana keputusannya akan lebih berpihak pada warga Jakarta yang hidup rentan dan miskin" tutup Asep.