RN - 11 isteri tersangka kasus dugaan korupsi tata niaga timah di wilayah IUP PT Timah tahun 2015-2022 digarap Kejagung (Kejaksaan Agung), Rabu (15/5/2024).
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kuntadi mengatakan pemeriksaan sengaja dilakukan terhadap istri para tersangka untuk mendalami dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
"Pemeriksaan kita fokuskan pada dugaan TPPU sehingga para saksi yang kami periksa adalah istri dari yang telah kita tetapkan tersangka termasuk saudari SD (Sandra Dewi)," ujarnya kepada wartawan, Kamis (16/5).
BERITA TERKAIT :Kuntadi menyebutkan beberapa saksi yang merupakan istri dari para tersangka itu merupakan Sandra Dewi, EK, RS, AG, DSA, ALY, dan ECS. Kendati demikian ia tidak menjelaskan lebih jauh ihwal sosok tersangka yang memiliki kaitan dengan para saksi tersebut.
Lebih lanjut, Kuntadi menjelaskan lewat pemeriksaan itu penyidik diharapkan dapat menemukan harta atau aset milik tersangka ataupun keluarganya yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Kata dia, harta benda tersebut patut dicurigai merupakan hasil kejahatan tindak pidana korupsi ataupun pencucian uang.
"Dengan demikian, tim penyidik dapat melakukan penyitaan dengan tepat guna mengoptimalisasi pemulihan kerugian negara," ujarnya.
Artis Sandra Dewi telah menjalani pemeriksaan penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus selama kurang lebih 10 jam sejak tiba di Gedung Kartika Kejaksaan Agung, Rabu kemarin pukul 08.00 WIB.
Sandra Dewi keluar dari gedung pemeriksaan pada sekitar pukul 18.30 WIB. Kendati demikian, Sandra tidak menjawab pertanyaan apapun yang dilayangkan oleh awak media.
Ia memilih langsung menuju mobil Toyota Innova berwarna hitam dan meninggalkan Gedung Kartika Kejaksaan Agung. Pemeriksaan kemarin merupakan yang kedua kalinya setelah sempat diperiksa pada Kamis (4/4) kemarin.
Kejagung telah menetapkan total 21 tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata niaga timah di IUP PT Timah. Mulai dari Direktur Utama PT Timah 2016-2021, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani hingga Harvey Moeis sebagai perpanjangan tangan dari PT Refined Bangka Tin.
Kejagung menyebut nilai kerugian ekologis dalam kasus ini diperkirakan mencapai Rp271 Triliun berdasarkan hasil perhitungan dari ahli lingkungan IPB Bambang Hero Saharjo.
Nilai kerusakan lingkungan terdiri dari tiga jenis yakni kerugian ekologis sebesar Rp183,7 triliun, ekonomi lingkungan sebesar Rp74,4 triliun dan terakhir biaya pemulihan lingkungan mencapai Rp12,1 triliun.
Kendati demikian, Kejagung menegaskan bahwa nilai kerugian tersebut masih belum bersifat final. Kejagung menyebut saat ini penyidik masih menghitung potensi kerugian keuangan negara akibat aksi korupsi itu.