RN - Firli Bahuri terus bermanuver. Dia bakal menghapus status tersangkanya. Jika statusnya berubah maka Firli Bahuri masih sakti.
Tapi bisa saja Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) non-aktif malah kobong alias amsiong. Kepala Bidang Hukum (Kabidkum) Polda Metro Jaya Kombes Putu Putera Sudana mengaku optimistis majelis hakim bakal menolak praperadilan yang diajukan Firli Bahuri.
Apalagi pihaknya sudah menyajikan berbagai alat bukti dan bukti. Termasuk menghadirkan dua saksi fakta dan tiga ahli dalam persidangan.
BERITA TERKAIT :"Ya (optimistis ditolak), kita berdoa. Ikhtiar sudah. Tinggal kita serahkan kepada hakim peradilan di sana tentunya mohon doanya dan Tuhan akan memberikan jalan yang terbaik," ujar Putu saat ditemui di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Senin (18/12/2023).
BACA EDISI CETAK RADAR NONSTOP. JAGONYA BERITA JAKARTA
Dalam kesempatan itu, Putu memertanyakan soal bukti dokumen penanganan kasus dugaan korupsi di lingkungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan yang dibawa pihak Firli dalam persidangan.
Menurutnya, dokumen tersebut sama sekali tidak ada korelasinya dengan kasus dugaan pemerasan yang menjerat Firli Bahuri tersebut.
"Ada beberapa dokumen yang tidak linier terhadap kasus yang disampaikan oleh pemohon. Apa itu? Ada salah satunya adalah dokumen-dokumen yang tidak terkait dengan konteksnya," tegas Putu.
Sebelumnya, dalam gugatan yang terdaftar dengan nomor perkara 129/Pid.Pra/2023/PN JKT.SEL, terdapat sejumlah poin yang diminta oleh Firli Bahuri pada hakim PN Jakarta Selatan. Di antaranya, meminta agar hakim menyatakan penetapan tersangka Firli oleh Polda Metro Jaya tidaklah sah.
Kemudian meminta hakim agar memutuskan bahwa penyidikan dugaan kasus pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL) tidak sah. Sehingga Firli meminta agar Polda Metro Jaya menghentikan penyidikan kasus tersebut.
Firli berharap sidang praperadilan yang diajukannya dapat memberikan keadilan secara independen, bebas, merdeka dan tidak terpengaruh dari kekuasaan dan pihak manapun. Dia menegaskan praperadilan yang diajukannya telah diatur secara tegas dan jelas pada pasal 77, pasal 83 KUHAP dan Putusan Nomor 21 tahun 2014.
Saat ini sidang praperadilan yang diajukan Firli Bahuri melawan Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto telah memasuki tahap kesimpulan. Rencananya untuk sidang putusan praperadilan tersebut digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (19/12/2023) besok.
Berkas Dicek
Sementara Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta mengaku masih mengkaji kelengkapan berkas perkara korupsi yang menjerat Firli sebagai tersangka.
Pelaksana Harian Kepala Seksi Penerangan Hukum (Plh Kasie Penkum) Kejati DKI Herlangga Wisnu Murdianto mengatakan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) masih memiliki waktu tujuh hari untuk memastikan berkas perkara sorongan Polda Metro Jaya itu dapat dinyatakan lengkap dan disorongkan ke pengadilan.
“Waktu penelitian berkas perkara oleh kejaksaan selama tujuh hari sejak pelimpahan,” ujar Herlangga, Senin (18/12/2023).
Kata dia, penyidik kepolisian melimpahkan berkas perkara Firli Bahuri pada Jumat (15/12/2023) lalu. Kata Herlangga, kejaksaan menugaskan enam jaksa peneliti untuk memastikan berkas perkara sorongan penyidik Polda Metro Jaya itu lengkap atau tidak.
“Jaksa akan mempelajari kelengkapan berkas secara formail dan materiil untuk selanjutnya menentukan sikap apakah hasil penyidikan kepolisian sudah lengkap atau belum,” ujar Herlangga.
Kepolisian menuduh Firli Bahuri selaku Ketua KPK menerima uang Rp 7,4 miliar secara bertahap dari Mentan Syahrul Yasin Limpo (SYL) yang belakangan ditetapkan tersangka oleh KPK. Atas penetapan tersangka itu, Firli Bahuri diberhentikan sementara dari jabatannya selaku ketua KPK, Jumat (24/11/2023).
Namun Firli Bahuri melawan penetapan tersangkanya itu dengan mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).
Pada Selasa (19/12/2023), hakim praperadilan PN Jaksel akan memutuskan apakah penetapan tersangka itu sah atau tidak. Selain dijerat tersangka oleh kepolisian, Firli Bahuri, pun akan menghadapi sidang etik di Dewas KPK terkait tiga pelanggaran kode etik.