RN - Maju menjadi kepala daerah seperti bupati dan wali kota ternyata besar. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut kalau modalnya bisa mencapai Rp 30 miliar.
Nah, dana itu bisa naik untuk maju sebagai gubernur. KPK mengendus adanya politik atau money politic dalam pemilu.
Berdasarkan data KPK sebanyak 176 pejabat daerah terjerat kasus korupsi sepanjang periode 2004-2022. Rinciannya, terdapat 22 gubernur dan 154 walikota/bupati dan wakil yang juga berurusan dengan KPK.
BERITA TERKAIT :“Sebuah pertanyaan besar, kenapa banyak kepala daerah yang korupsi, ternyata biaya politik yang mahal akar masalahnya,” kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Selasa (4/7/2023).
Alex mengungkapkan, berdasarkan survei yang dilakukan oleh KPK dan Kemendagri, biaya alokasi calon kepala daerah/wali kota/bupati mencapai Rp 20-30 miliar. Namun, dengan jumlah tersebut belum dapat memastikan pasangan calon kepala daerah memenangkan pemilu.
"Sehingga, terbayang berapa banyak biaya yang harus dilipatgandakan jika ingin menang," ujar Alex.
Selain itu, menurut Alex, tak jarang, dana sponsor/vendor daerah setempat menjadi salah satu sumber pendanaan bagi biaya politik. Melalui pendanaan tersebut, calon kepala daerah yang didukung diharapkan dapat menang dan akan mempermudah vendor dalam memenangkan lelang proyek pembangunan nantinya.
Di sisi lain, Plh Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Mahfud MD menyampaikan bahwa politik uang akan selalu ada. Dia pun mengibaratkan pemimpin yang melakukan adalah seorang penjahat yang dapat merusak masa depan negara.
Oleh karena itu, Mahfud menegaskan, seluruh masyarakat Indonesia harus secara kolektif melawan praktik curang itu. “Untuk itu perlu sinergi antara instansi, penyelenggara, penegak hukum, dan media. Jangan sampai ada intervensi atau ada tumpang tindih dalam menciptakan iklim pemilu yang berintegritas. Mari kuatkan rasa cinta terhadap bangsa ini dan sangat penting apabila terus disuarakan,” kata Mahfud menegaskan.