Berita Indonesia terkini politik, ekonomi, megapolitan , Politik, senayan, nasional balaikota, olahraga, lifestyle dan hiburan ditulis lengkap dan mendalam - Radarnonstop.co

Guru Ternyata Gampang Dijebak Pinjol, Ini Buktinya Dari OJK

RN/NS | Rabu, 23 November 2022
Guru Ternyata Gampang Dijebak Pinjol, Ini Buktinya Dari OJK
Ilustrasi
-

RN - Guru ternyata paling banyak kena jebakan pinjol ilegal. Saat ini ada 42% yang terjerat pinjol ilegal.

Di bawah guru ada korban PHK sebanyak 21%, dan di urutan ketiga adalah ibu rumah tangga sebesar 18%. Data itu diungkap Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

OJK menyebut sebanyak 28% masyarakat Indonesia tak mampu membedakan pinjaman online (pinjol) legal dan ilegal.

BERITA TERKAIT :
Kasus Kriminalisasi Guru Makin Marak, Bang Dailami Serukan Darurat Perlindungan Guru
Begini Cara Hadapai Peneror Pinjol, Ganti No HP Atau Lapor OJK

Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Perlindungan Konsumen Friderica Widyasari Dewi menjelaskan berdasarkan survei independen yang dilakukan Riset No Limit Indonesia (2021) ada beberapa profesi yang terjerat pinjol.

Karena itu OJK membidik ibu rumah tangga untuk menjadi salah satu sasaran utama literasi keuangan pada tahun depan.

"Fokus perempuan, banyak sekali organisasi yang fokus pada perempuan, program-program untuk perempuan. Apalagi sudah sering dikatakan kalau if you educated woman educate generation. Perempuan sangat berdampak," kata Friderica dalam konferensi pers, Selasa (22/11/2022).

Menurut dia selain perempuan, pelajar juga menjadi sasaran literasi dan edukasi pada tahun depan. Pasalnya, pada urutan selanjutnya yang kerap terjerat pinjol ilegal adalah karyawan sebanyak 9%, pedagang 4%, pelajar 3%, tukang pangkas rambut 2%, dan 1% ojek online.

Dia menjelaskan alasan orang nekad menggunakan pinjol ilegal, selain latar belakang ekonomi terutama menengah ke bawah berada di urutan kedua.

"Dana cair lebih cepat berada di urutan ketiga, oleh karena itu OJK menantang Jasa Keuangan agar bisa mengalahkan pinjol ilegal dalam hal ini, namun tetap prudent," ujarnya.

Kebutuhan mendesak, perilaku konsumtif, tekanan ekonomi, membeli gadget baru, membayar biaya sekolah, dan literasi pinjol yang rendah juga jadi faktor.