RN - Anies Baswedan dikenal sebagai tokoh yang slow. Dia biasa menggunakan metode kehati-hatian dalam melangkah.
Manuvernya sulit ditebak dan bisa membuat pusing lawan politik. Walau tidak sekaliber tokoh politik senior seperti Akbar Tanjung, Amien Rais atau Prabowo Subianto tapi Anies penuh dengan perhitungan.
Pertemuan Anies Baswedan dengan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka adalah contohnya. Pertemuan itu menjadi kejutan disaat seluruh mata politisi tertuju di acara G20 Bali. Dalam pertemuan santai itu, Anies dan Gibran melempar pujian.
BERITA TERKAIT :Bahkan, putra Jokowi itu siap kena sanksi PDI Perjuangan jika pertemuan silaturahminya dianggap melanggar. Musuh-musuh politik Anies pastinya terkejut, kebakaran jengkot bahkan panik.
Karena bisa saja manuver Anies itu mengarah ke mana-mana. Sebagai putra sulung Jokowi, Gibran pastinya punya peran besar dalam keluarga. Inilah yang bikin pusing.
Kejutan Anies menemui Gibran baru permulaan. Pastinya, Anies punya trik dan strategi lain dalam membangun elektabilitas.
Berkaca pada Pilkada 2017, Anies adalah calon yang tidak diunggulkan. Semua hasil survei memenangkan pasangan Ahok-Djarot dan AHY-Syilvi.
Tapi mendadak AHY-Sylvi kalah terlempar. Duel putaran kedua antara Anies-Sandi dan Ahok-Djarot. Lagi-lagi Anies yang tidak diunggulkan berhasil mengalahkan Ahok-Djarot. Anies-Sandi 57,95% dan Ahok-Djarot 42,05%.
Kondisi saat ini, Anies juga tidak dijagokan. Surveinya selalu kalah dari Prabowo dan Ganjar Pranowo. Kalah disurvei bukan berarti peluang Anies kecil.
Dengan waktu dua tahun (2024) lagi, pastinya Anies bakal banyak kejutan yang mengejutkan.
Doktor Politik
Anies adalah cucu dari Abdurrahman Baswedan, seorang jurnalis, diplomat, dan pejuang kemerdekaan Indonesia. Dia kuliah di Fakultas Ekonomi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta pada tahun 1989.
Dia aktif berorganisasi sejak SMA hingga menjadi ketua senat universitas UGM pada 1992. Anies juga bergabung dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
Masa kepemimpinannya di UGM juga ditandai dengan dimulainya gerakan berbasis riset, sebuah tanggapan atas tereksposnya kasus Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh yang menyangkut Hutomo Mandala Putra, putra dari Presiden Soeharto.
Anies turut menginisiasi demonstrasi melawan penerapan Sistem Dana Sosial Berhadiah pada bulan November 1993 di Yogyakarta. 1993, Anies mendapat beasiswa dari Japan Airlines Foundation untuk mengikuti kuliah musim panas di Universitas Sophia, Tokyo dalam bidang kajian Asia.
Beasiswa ini ia dapatkan setelah memenangkan sebuah lomba menulis bertemakan lingkungan.Hingga pada akhirnya, Anies lulus dari Universitas Gadjah Mada tahun 1995.
Setelah lulus kuliah, Anies bekerja di Pusat Antar Universitas Studi Ekonomi Universitas Gadjah Mada, sebelum mendapat beasiswa Fulbright dari American Indonesian Exchange Foundation (bahasa Indonesia: Yayasan Pertukaran Pelajar Indonesia–Amerika) untuk melanjutkan kuliah masternya dalam bidang keamanan internasional dan kebijakan ekonomi di School of Public Affairs, Universitas Maryland pada tahun 1997.
Ia juga dianugerahi William P. Cole III Fellow di universitasnya, dan lulus pada bulan Desember 1998. Sesaat setelah lulus dari Maryland, Anies kembali mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan kuliahnya dalam bidang ilmu politik di Northern Illinois University pada tahun 1999.
Dia bekerja sebagai asisten peneliti di Office of Research, Evaluation, and Policy Studies di kampusnya, dan meraih beasiswa Gerald S. Maryanov Fellow, penghargaan yang hanya diberikan kepada mahasiswa NIU yang berprestasi dalam bidang ilmu politik pada tahun 2004.
Disertasinya yang berjudul Regional Autonomy and Patterns of Democracy in Indonesia menginvestigasi efek dari kebijakan desentralisasi terhadap daya respon dan transparansi pemerintah daerah serta partisipasi publik, menggunakan data survei dari 177 kabupaten dan kota di Indonesia. Dia lulus pada tahun 2005.
Anies Baswedan dilahirkan di Kuningan, Jawa Barat pada tanggal 7 Mei 1969. Dalam keluarga, ia mempunyai dua saudara kandung yang menjadi adik-adiknya, diantaranya Ridwan Baswedan dan Abdillah Baswedan. Dia dibesarkan di Yogyakarta dan orang tuanya bekerja sebagai akademisi. Ayahnya, Rasyid Baswedan adalah mantan dosen di Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia, sedangkan ibunya, Aliyah Rasyid adalah guru besar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta.
Selain itu, ia dikenal sebagai pencetus Indonesia Mengajar, sebuah gerakan yang merekrut generasi muda Indonsia untuk sebagai mengajar di wilayah-wilayah terluar Indonesia selama satu tahun. Kiprahnya di bidang pendidikan berlanjut ke ranah politik dengan bergabung dalam konvensi calon presiden yang diselenggarakan oleh Partai Demokrat pada tahun 2013. Antara bulan Oktober 2014 hingga Juli 2016, ia menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada Kabinet Kerja pimpinan Presiden Joko Widodo.