RN - Membangun speed bump atau dikenal polisi tidur tidak boleh sembarangan. Ancaman sanksinya bisa didenda Rp 24 juta.
Di daerah Mauk, Kabupaten Tangerang pembangunan polisi tidur jadi masalah. Sebab, puluhan polisi tidur berbaris secara berdekatan. Karena dikeluhkan warga akhirnya dibongkar.
Pemerhati masalah hukum dan transportasi, Budiyanto menjelaskan, pembuatan alat pengendali jalan sudah diatur Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia (Permenhub) Nomor PM 14 Tahun 2021 tentang perubahan atas Permenhub No. PM 82 tahun 2018 tentang Alat Pengendali dan Pengamanan Pengguna Jalan.
BERITA TERKAIT :"Di dalam undang-undang lalu lintas dan aturan turunannya, sebenarnya istilah polisi tidur tidak ada, yang benar adalah alat pengendali dan pengaman pengguna jalan, alat pembatas kecepatan atau tanggul jalan atau pembatas jalan," kata Budiyanto dalam keterangannya dikutip Senin (27/6/2022).
Dari aturan di atas terdapat tiga jenis polisi tidur di Indonesia, yakni speed bump, speed hump, dan speed table. Spesifikasi teknisnya seperti tinggi, lebar, dan warna juga tercantum dalam aturan tersebut.
Namun tak jarang polisi tidur dibuat sembarangan. Alih-alih membuat kecepatan kendaraan lebih rendah tapi malah bikin tidak nyaman.
Terkait izin membangun polisi tidur juga sudah tercantum dalam aturan yang sama. Budiyanto menjelaskan harus ada instansi berwenang yang mengeluarkan izin, di antaranya;
1. Dirjen Perhubungan Darat untuk jalan nasional.
2. Gubernur untuk jalan provinsi.
3. Bupati untuk jalan kabupaten dan desa.
4. Walikota untuk jalan kota.
5. Badan usaha jalan tol untuk jalan tol setelah mendapatkan penetapan dari Dirjen Perhubungan Darat.
"Hanya kadang-kadang tiap daerah membuat Perda disesuaikan dengan kondisi daerah masing - masing. Seperti misalnya dalam Perda DKI Jakarta No 8 tahun 2007 disebutkan Warga DKI Jakarta boleh membuat Polisi tidur sendiri dengan izin Gubernur. Apabila tanpa izin adalah melanggar hukum," ujar Budiyanto.
Mantan Kasubdit Gakkum Polda Metro Jaya ini bilang pemasangan polisi tidur juga berkaitan dalam pasal 28 Undang-undang No 22 Tahun 2009 tentang LLAJ yang berbunyi:
(1) setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan atau gangguan fungsi jalan.
Sementara ketentuan pidananya diatur dalam pasal 274 undang-undang No 22 tahun 2009 tentang LLAJ, dipidana ddengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp 24.000.000.