Oleh Drs. Aam Ruswana, M.Kes
Satu bulan lamanya ummat Islam telah melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadhan, banyak amal ibadah yang telah dilaksanakan baik ibadah mahdah(ibadaha yang acara, tata cara dan upacaranya sudah ditentukan secara pasti dan tidak bisa di rubah, seperti; solat fardu lima waktu, zakat dan puasa) maupun ibadah gairu mahdah (ibadah yang tidak ditentukan secara pasti, syarat dan rukunnya ; sedekah, membaca Al Qur’an, zikir, doa,tolong menolong dan sebagainya).
Dengan melaksanakan ibadah puasa Ramadhan disertai amal ibadah yang lainnya umat Islam berlomba-lomba dalam kebaikan dan berharap untuk medapatkan pahala, mendapat ampunan dosa mendapatkan berbagai anugrah serta kemuliaan yang tidak di miliki di bulan-bulan lainnya. Hati yang kering dari nur illahi jiwa yang gersang dari nilai-nilai agama, pada saat Ramadhan, subur kembali setelah disiram dengan banyaknya zikir dan fikir, tasyakur dan tafakur, tarawih, tadarus dan do’a-do’a.
BERITA TERKAIT :Hamba-hamba yang tadinya berlumur dengan dosa, banyak berbuat kesalahan maka dengan keagungan Ramadhan menjadi suci bersih dari segala noda dan dosa.
Kini fajar sawal telah terbit, budi akal budi perasaan umat Islam penuh dengan rasa maaf, pucuk-pucuk kerukunan dan kedamaian mekar selebar-lebanya, rasa syukur kepada Alloh swt. Semakin menguat, ketaatan semakin meningkat umat islam yang menjalankan ibadah puasa dengan maksimal mendapat anugrah yang paling indah yaitu mendapat rahmat dan ampunan Alloh swt. Sebagaimana yang digambarkan dalam hadits qudsi:
Apabila mereka berpuasa di bulan Ramadhan , kemudian keluar untuk merayakan hari raya kamu sekalian, maka Alloh pun berkata: wahai malaikatku, setiap orang yang mengerjakan amal kebaikan dan meminta balasannya sesungguhnya Aku telah mengampuni mereka; seseorang kemudian berseru: “wahai umat Muhammad, pulanglah ke tempat tinggal kalian. Seluruh keburukan kalian telah di ganti dengan kebaikan; kemudian Alloh pun berkata: wahai hambaku, kalian telah berpuasa untuku dan berbuka untukku. Maka bangunlah sebagai orang yang telah mendapatkan ampunan”.
Mendapat ampunan Allah berarti kita menjadi manusia fitri, ( min al’aidin ) menjadi manusia yang kembali suci bersih dari segala noda dan dosa. Tetapi perlu diingat, bahwa dosa atau kesalahan antara sesama manusia, ia baru terampuni apabila mereka saling memaafkan. Mungkin dalam pergaulan hidup dengan saudara, tetangga dan masyarakat, dalam bekerja, berkegiatan ekonomi, politik dan sebagainya timbul gesekan-gesekan yang mengarah pada perpecahan, pertengkaran dan permusuhan maka di hari raya fitri dapat dijadikan momentum untuk saling memaafkan, membuang jauh perasaan dendam, sirnakan keangkuhan dengan senyum sapa yang tulus penuh persaudaraan dan kehangatan silaturahmi antar sesama.
Budaya saling memafkan ini sesungguhnya sudah menjadi tradisi di Indonesia dan sebagian negara Asia. Ucapan “selamat Hari Raya Idul Fitri mohon maaf lahir dan batin” ketika selesai melaksanakan ibadah puasa menghiasi setiap ruang dan waktu, setiap pertemuan dan acara halal bi halal.
Pengakuan tulus dari setiap hamba akan dosa yang dimilikinya, jujur merasa bersalah, tidak merasa benar sendiri, dan disampaikan kepada setiap orang yang ditemuinya dengan tulus ikhlas karena Alloh SWT merupakan perbuatan mulia, apabila budaya saling memaafkan dan mengaku kesalahan dengan jujur itu bersemayam di hati semua insan yang beriman maka hidup ini akan terasa indah dan akan mengundang aneka kebaikan, kenikmatan serta kasih sayang Allah SWT bukan hanya di dapat saat di dunia saja, melainkan melintas hingga di akhirat nanti sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah hadits Abu Daud, dikatakan:
“ Rasulullah menyampaikan; Sesunggunya diantara hamba-hamba Allah terdapat orang-orang yang bukan nabi dan bukan pula syuhada.” para nabi dan syuhada cemburu pada mereka di akhirat nanti, disebabkan kedudukan yang diberikan Alloh kepada mereka”. Para sahabat penasaran kemudian bertanya kepada Rasulullah saw. “siapa mereka ya Rasulullah? Rasul menjelaskan,“mereka itu adalah segolongan manusia yang saling mencintai karena Allah (karena keimanan dan ketakwaan kepada Allah) Bukan kekerabatan dan darah. Bukan pula karena pemberian harta.”
“ Demi Allah, wajah mereka pada hari itu bersinar cemerlang dan mereka berada di atas cahaya. Mereka tidak merasa khawatir saat manusia lain ketakutan . Dan, mereka tidak bersedih ketika manusia lain berduka.
Beruntunglah orang-orang yang mengikat hati dengan kesadaran diri, saling mencintai, saling memaafkan dan menjalin persaudaraan karena Alloh SWT.