RN - Program Prona atau yang sekarang di sebut PTSL yang dicanangkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang bertujuan untuk membantu masyarakat dalam meringankan biaya pengurusan sertifikat tanah tampaknya tidak berlaku di Kota Bekasi. Ini karena warga kesulitan mengurus sertifikat lewat Program Prona.
Bukan rahasia umum lagi, Program Prona/PTLS tersebut sering kali dijadikan bancakan oleh oknum untuk meraup rejeki dengan meminta sejumlah uang kepada warga yang hendak mengurus sertifikat tanahnya melalui program prona atau PTSL.
Kedati biaya Pengurusan Prona atau PTSL hanya Rp 350 ribu tetap saja pada kenyataannya oknum-oknum mulai dari perangkat RT sampai perangkat Desa/Kelurahan selalu berdalih atau beralasan untuk meminta sejumlah uang kepada warga yang mengurus sertifikat tanahnya dengan besaran yang berbeda-beda tergantung dari jumlah luas tanah warga tersebut.
BERITA TERKAIT :Tidak sedikit banyak perangkat Desa/Kelurahan yang terseret hukum akibat melakukan pungli kepada warga atau masyarakat yang ingin mengurus sertifikat tanahnya melalui Program PRONA/PTLS namun kejadian-kejadian itu tidak membuat efek jera bagi para oknum mulai dari perangkat RT/RW, Desa/Kelurahan dan oknum BPN.
Seperti halnya yang dialami Eviria Tambah, yang mengurus sertifikat tanahnya yang beralamat di RT 03/RW 08 Kel Pedurenan Kecamatan Mustika Jaya, Kota Bekasi, Jawa Barat. Kepada awak media Eviria mengatakan dari tahun 2018 sampai sekarang sertifikat tanahnya belum selesai.
"Dari tahun 2018 saya urus sertifikat tanah saya ikut Program Prona tapi sampai sekarang belum selesai juga. Lantas apa kerjanya pihak BPN?," ungkap Eviria, Rabu (9/2/2022).
Eviria menjelaskan, pada tanggal 28 Juni 2018 mengurus sertifikat tanah lewat Program Prona dengan mendatangi kantor Kelurahan Pedurenan, dari Kelurahan untuk menemui Ketua RT, Nemit dan meminta dana Rp 500 ribu untuk pengurusan.
"Pernah saya tanyakan ke Pak Nemit kabar sertifikat saya tahun 2020 yang katanya data saya sudah ada dan sedang di proses sertifikat saya," terangnya.
Ditambahkan Eviria Tambah, pada bulan Nopember 2021 ia mendatangi ketua RT dan diberikan berkas sertifikat kosong (tidak ada nama).
"Saya tanya sama RT kok sertifikatnya tidak ada nama saya (kosong) lalu RT bilang saya tidak tahu karena begitu yang di kasih ke saya, lalu RT suruh saya menanyakan ke Kelurahan, Ibu tanya aja ke Kelurahan (menirukan ucapan RT tersebut)," paparnya.
Sampai di Kelurahan, sambung Eviria, menemui salah satu Staf di Kelurahan Pedurenan, Tugor, guna mempertanyakan kejelasan sertifikat kosong yang diberikan ketua RT dan pihak staf kelurahan malah balik bertanya perihal sertifkat kosong ada di tangannya.
"Anehnya RT ajak saya ngobrol di belakang dan bilang kalau ibu mau cepat sertifikatnya jadi ibu harus bayar Rp 3 juta buat kasih orang BPN kata RT tersebut. Jelas saya tidak mau memberikan uang tersebut karena tidak ada bukti kwitansinya saya takut tdak jelas dan uang saya hilang," tutup Eviria dengan nada kesal.
Saat dikonfirmasi melalui WhatsApp perihal aduan salah satu warganya, Gutus selaku Camat Mustika Jaya mengatakan, "Siap pak info berkas dah di BPN ibu iyoh, waktu itu kendala gambar ukur sudah ditindaklanjuti lagi, ini jawaban dari Pak Tugor," jawab Gutus.
Terpisah, saat diminta klarifikasinya via WhatsApp, Tugor salah satu Staf di Kelurahan Pedurenan mengatakan "Ya pak berkas sudah di BPN bu iyoh waktu itu ada kekurangan di gambar ukur bisa cek ke beliau trms," jawab Tugor.
Sementara itu, saat dikonfirmasi melalui pesan teks, Iyoh salah satu Staf di BPN Kota Bekasi mengatakan, "Silahkan hubungi aja orang yang bersangkutan yang ngurus Eviria ya," jawab Iyoh dan langsung memblokir WA.
Melihat saling lempar tanggung jawab dari mulai Nemit Ketua RT, Tugor Staf Kelurahan Pedurenan dan Iyoh Staf BPN menimbulkan tanda tanya, ada apa dengan mereka? Ini harus ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum, agar tidak terulang apa yang dialami Eviria Tamba kepada masyarakat atau warga lainnya.