RADAR NONSTOP - Masyarakat desa Plaosan Kecamatan Wonosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur yang terletak persis di lereng Gunung Kawi sebelah Selatan, sambut meriah Pagelaran Seni Budaya Wayang Kulit dalam rangka Sosialisasi Empat Pilar MPR RI kerjasama MPR dengan Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia (MLKI) Kabupaten Malang.
Pagelaran Wayang Kulit yang digelar pada Sabtu malam (24/11/2018) tersebut menampilkan lakon 'Kisah Parikesit dan Dewi Kunti' yang dibawakan Ki Dalang Drs. Sugianto, S.Pd yang juga menjabat Sekjen Purwo Ayu Mardi Utomo Malang.
Dalam sambutannya Kepala Biro Humas Sekretariat Jenderal MPR RI Siti Fauziah mengungkapkan bahwa Pentas Seni Budaya Wayang Kulit adalah salah satu metode penyampaian Sosialisasi Empat Pilar MPR.
BERITA TERKAIT :"Metode ini unik dan sangat efektif sebab sangat fleksibel mengikuti budaya daerah masing-masing. Seperti di Jawa Timur atau Jawa Tengah dengan seni wayang kulit. Jawa Barat dengan seni wayang golek, di Riau dengan seni Gurindam sejenis pantun dan syair serta daerah lainnya dengan keberagaman seninya," ujarnya.
Metode Sosialisasi dengan pentas wayang kulit, lanjut Siti Fauziah, selain ditujukan kepada masyarakat generasi sepuh dan umum yang sudah sangat memahami seni wayang, juga ditujukan kepada masyarakat generasi milenial.
"Ada dua dampak positif yang ingin MPR dapat dari generasi milenial ini yakni pertama, Sosialisasi pasti tersampaikan, kedua MPR ingin melestarikan budaya daerah dengan memperkenalkan seni budaya tanah air kepada generasi muda bangsa sehingga mereka bisa memahami, mencintai dan kemudian menjaga serta melestarikannya," katanya.
Ditekankan Siti Fauziah, pentas seni Wayang Kulit tersebut didesain bukan hanya sekedar tontonan tapi merupakan tontonan dan hiburan yang sarat tuntunan yang diharapkan bisa diterapkan oleh masyarakat secara nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Pagelaran wayang kulit di desa Ploasan yang dihadiri para Pimpinan dan anggota DMD MLKI Malang Raya, Lurah Plaosan, Camat Wonosari, para sesepuh dan tokoh masyarakat serta ratusan masyarakat Plaosan dan seputar Wonosari ini terbilang unik sebab sebelum wayang dipentaskan, digelar beberapa pertunjukan seni tari dan upacara adat penyerahan 'gunungan' sebagai tanda dimulainya pagelaran wayang oleh tokoh masyarakat.
Lakon 'Kisah Parikesit dan Dewi Kunti' ini sendiri tetap berseting kisah perang Bharatayuda dalam epos Mahabharata. Kisah bermula dari aksi pembalasan dendam kematian Durna oleh sang anak Aswatama kepada keturunan Pandawa yang sangat yakin ayahandanya dibunuh dengan cara tipu muslihat oleh Pandawa.
Dan dendam luar biasa Aswatama yang dibarengi dengan tindakan tak beretika dengan membumuh keturunan Pandawa, membawanya ke lubang kehinaan pasca dikalahkan oleh Arjuna akibat perbuatannya.
Kisah tersebut mengingatkan kepada masyarakat bahwa perilaku yang mengakibatkan konflik dan perseteruan tidak hanya berdampak negatif bagi para pelaku konflik tapi juga masyarakat sekitar dan hal tersebut juga tidak sesuai dengan pemahaman dan pengamalan Pancasila, serta karakter bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi kesantunan serta musyawarah.
Dalam cerita ini juga dikisahkan tentang sosok yang memegang teguh dan selalu memihak kepada kebaikan, menghindari konflik dan menjunjung kebersamaan yang ditunjukkan dalam diri figur Sri Khrisna yang selalu berada dan membela Pandawa. Dan memang pada akhirnya kebaikan akan selalu menang. Sangat penting untuk jangan pernah berhenti berbuat baik.