RN - Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi DKI Jakarta, Marullah Matali diaebut-sebut telah dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan penyalahgunaan jabatan, korupsi, dan nepotisme.
Dilansir arahpena.com, Sekda Marullah dilaporkan oleh seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemprov DKI Jakarta, Wahyu Handoko.
Marullah dituduh mengangkat anaknya sendiri, Muhammad Fikri Makarim (Kiky), sebagai Tenaga Ahli Sekda, yang dianggap melanggar ketentuan internal Pemprov DKI dan etika.
BERITA TERKAIT :Laporan tersebut diajukan melalui surat resmi tertanggal 12 Maret 2025 yang ditujukan kepada Ketua KPK c.q. Direktur Penyelidikan KPK, dengan tembusan kepada sejumlah pejabat tinggi, termasuk Jaksa Agung RI, Kapolda Metro Jaya, dan Gubernur DKI.
Dalam dugaan kasus tersebut, Kiky diduga memanfaatkan posisinya untuk mengintimidasi Direktur Utama (Dirut) BUMD dan Kepala SKPD guna mengumpulkan dana bagi kepentingan Marullah.
Kiky juga memaksa proyek Pemprov DKI tahun 2025 melalui Kepala BPBJ DKI harus mendapat persetujuannya, bahkan membatalkan lelang jika pemenang tidak sesuai keinginannya.
Kiky terendus kabar juga berperan sebagai makelar asuransi, memaksa BUMD seperti Bank DKI, Jakpro, dan Pasar Jaya untuk memberikan kontrak asuransi kepada perusahaan yang ditunjuknya, termasuk untuk asuransi nasabah, aset, dan pengelolaan parkir.
Marullah juga dilaporkan ke KPK lantaran mengangkat Faisal Syafruddin, mantu keponakannya, sebagai PLT Kepala Badan Pengelola Aset Daerah (BPAD) Provinsi DKI.
Faisal diduga meminta setoran periodik dari bawahannya untuk kepentingan pejabat kepolisian dan kejaksaan, serta menggunakan empat kendaraan dinas secara tidak sah, termasuk untuk istrinya yang tidak berhak.
Tak sampai di situ, Marullah mengangkat Chalidir, kerabat dekatnya, sebagai Kepala Bagian Kepegawaian Daerah (BKD). Chalidir dituding melakukan praktik jual beli jabatan dengan meminta Rp 100 juta untuk promosi eselon 3, Rp 150 juta untuk eselon 4, dan Rp 250 juta untuk mutasi pegawai dari kementerian.
Melihat kasus-kasus di atas, ucap Wahyu, bahwa praktik ini menciptakan lingkungan kerja yang tidak kondusif, penuh tekanan, dan keresahan di kalangan pejabat Pemprov DKI.
Sementara itu, Sekda DKI Jakarta, Marullah Matali, hingga berita ini dipublish belum memberikan statement apapun. Upaya konfirmasi melalui pesan whatsapp juga belum ditanggapi.