RN – Anies Baswedan digadang-gadang maju dalam pilres 2024. Namanya kerap masuk dalam radar beberapa survei. Posisinya layak diperhitungkan. Namun, sebagian kalangan ogah jika pria yang kini menjabat gubernur DKI Jakarta itu kelak jadi Presiden. Anies dijegal. Beragam upaya dilakukan.
Plt Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia, Giring Ganesha, terang-terangan menolak Anies jadi Presiden. “Jangan sampai Indonesia jatuh ke tangan pembohong,” ucapnya dalam video yang diunggah di akun twitter @psi_id.
Giring menilai Anies Baswedan sebagai pembohong. Alasannya, ia kerap mencitrakan sosok yang peduli, padahal itu pura-pura. “Rekam jejak pembohong ini harus kita ingat sebagai bahan pertimbangan saat pemilihan presiden 2024,” tandasnya.
BERITA TERKAIT :Mantan vokalis Nidji itu menuding Anies pandai bersandiwara. Pintar berpura-pura di depan media. Terlihat peduli pada penderitaan rakyat. Ia lantaas mengajak publik menguji kepedulian Anies itu saat membelanjakan uang rakyat di masa pandemi.
Anies dinilai telah mengabaikan tekanan rakyat yang mendesak agenda Formula E dibatalkan. “APBD Jakarta yang begitu besar dia belanjakan untuk kepentingan ego pribadi maju sebagai calon presiden 2024. Uang Rp1 triliun dia keluarkan, padahal rakyat kesulitan makan karena kehilangan pekerjaan,” tuturnya.
Pernyataan Giring itu direspons politikus Partai Demokrat, Taufik Rendusara. Pria yang akrab disapa Tope itu menilai video tersebut sesat sejak dalam pikiran. “Ya, pikiran tersesat krn residu pilkada yg masih mereka simpan sesak di dalam dada," tulis @Trendusara dalam cuitannya, Senin (20/9/2021).
Tope melihat Giring seperti anak kecil yang sering merengek-rengek minta diperhatikan orang dewasa. Hal itu diperkuat dengan sikap fraksi PSI di DPRD DKI yang sering mengkritik Anies Baswedan terkait hal-hal yang tidak mendasar.
Padahal, ada banyak persoalan yang mesti jadi perhatian bersama. Ia mencontohkan pembangunan enam ruas jalan tol dalam kota yang sempat ditolak Anies Baswedan, karena akan berkontribusi pada meningkatnya pencemaran udara yang berpotensi merugikan APBD DKI Jakarta hingga Rp51 triliun.