RN -Mantan Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Yudi Latif mengatakan pada prinsipnya salah satu fungsi Negara yakni memberikan edukasi atau pemahaman.
Sehingga, sambung dia, jangan ada kesan tes wawasan kebangsaan (TWK) untuk menyingkirkan individu atau kelompok, lantaran tidak lolos tes tersebut.
"Negara ini punya fungsi mencerdaskan, jadi semangatnya itu bukan semakin menjauhkan orang dari wawasan kebangsaan, jadi harus ada juga proses edukasi,"kata Yudi dalam acara Bincang Kebangsaan: 'Kajian Terhadap TWK KPK dari Perspektif Pengukuran', yang digelar Garuda Sakti Kebangsaan (GSK), di Kawasan Jakarta, Jumat (28/5/2021).
BERITA TERKAIT :Seharusnya, lanjut dia, bila ada yang tidak sesuai dengan TWK atau diduga menyimpang dari nilai-nilai kebangsaan, sudah seharusnya negara memberikan pemahamannya.
"Sehingga kelompok-kelompok yang dianggap mulai melenceng (ideologi kebangsaannya,red), semangatnya itu bukan dipinggirkan, tetapi merangkul dan mengedukasi atau diberikan treatment," ujar dia dengan memberikan pilihan untuk memenuhi prasyarat ideologi kebangsaan.
Dalam kesempatannya itu, Yudi juga berpandangan, TWK seharusnya dilakukan pada tahap penjaringan penerimaan aparatur negara. Sehingga, lanjut dia, ketika telah menjadi pegawai, harus dikembangkan suatu kerangka institusi untuk memonitoring pegawai tetap dalam koridor ideologi kebangsaan.
"Selama ini sudah dilakukan dengan dibuatnya training-training dalam lingkungan ASN itu, seperti diklat-diklat harusnya menjadi proses untuk mempertahankan wawasan-wawasan ini, untuk mengawasinya bagaimana wawasan kebangsaan ini di jalankan diturunkan dalam kode prilaku," papar Yudi.
"Sehingga setiap institusi itu memerlukan kode prilaku bagaimana prilaku mereka sebagai apartur negara. Dan konten kode prilaku itu tentu saja harus memiliki dimensi kebangsaan selain dimensi profesional, tinggal diawasi saja apakah apartur ini memenuhi kode prilaku yang diperlukan atau tidak," ujarnya.
Sementara itu, Pakar Psikologi, Hamdi Muluk mengatakan psikologi itu dapat diukur termasuk dalam melihat kecenderungan seseorang untuk menerima suatu paham, seperti radikalisme atau ekstrimisme.
"Bisa diukur, dan bisa dikembangkan alatnya, dan (hasilnya itu) bisa juga bermanfaat bagi kita untuk menjadi koridor bagi kita untuk dipakai sebagai assessment kalau diperlukan," ujar dia.
Lebih lanjut, ketika ditanyakan ikhwal tentang adanya pertanyaan nyeleneh yang diajukan penguji dalam TWK di KPK? dirinya enggan mengomentari lebih jauh mengenai sesi tes interview yang dilakukan pihak Badan Kepegawaian Negara (BKN).
"Kalau saya di Lab Sikolog menghindari kalimat-kalimat pemancing yang dapat mengakibatkan terjadinya kontroversial. Pertimbangannya, tentu adanya sensitifitas Culture, penghormatan kepada budaya, keyakinan orang, tdak boleh melecehkan orang, itu sudah ada dalam batas-batas etika yang jelas, golden standar," pungkasnya.