RADAR NONSTOP - Direktur Eksekutif Etos Indonesia Institut, Iskandarsyah mendorong DPRD Kota Bekasi menggandeng lembaga independen untuk mengaudit Kartu Sehat (KS) berbasis nomor induk kependudukan (NIK).
KS-NIK dituding sebagai “Kartu Politik” Walikota Bekasi Rahmat Effendi yang saat itu gencar dikeluarkan jelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
Hal tersebut dikatakan Iskandar menyusul keluhan masyarakat Kota Bekasi yang mengaku “ditipu” dengan manuver politik Rahmat Effendi terkait penggunaan Kartu Sehat yang saat ini dinilai tidak efektif.
Iskandar mengatakan, saat ini banyak program pembangunan Kota Bekasi yang terbengkalai dengan dalih kondisi keuangan daerah tengah defisit.
“Istilah defisit anggaran itu sebagai bentuk pengalihan isu, agar publik membenarkan bahwa KS sudah tidak bisa dibiayai lagi oleh APBD, karena kondisi keuangan daerah tengah menipis. Bagaimana istilah defisit itu muncul sementara dalam pembahasan anggaran itu sudah dibicarakan dari jauh-jauh hari melalui DPRD. Dari pembahasan RAPBD menjadi APBD,” ucap mantan aktivis 98 ini kepada wartawan.
Menurut Iskandar, KS merupakan program pembohongan publik Walikota yang akrab disapa Pepen dalam menaikan elektoralnya pada Pilkada lalu dengan menggunakan APBD. Ia juga sudah memprediksi dari awal bahwa Kartu Sehat itu tidak efektif usai Pilkada.
“Kalau Pepen peduli terhadap kesehatan masyarakatnya jelang Pilkada lalu, mestinya bukan menyedot keuangan daerah, yang memang sudah ada BPJS dan KIS merupakan program pemerintah pusat,” tandas Iskandar.
Etos menduga bahwa program KS yang bersumber dari APBD itu digunakan untuk kepentingan politik. Akibatnya, keuangan daerah jadi terbebani oleh tunggakan KS yang belum terbayar. Bahkan, berdasarkan informasi yang didapat nilainya puluhan miliar rupiah.
“Untuk itu, Pepen harus bisa menjelaskan, sebelum kami bongkar persoalan tersebut ke publik. Karena kami memiliki data terkait dengan kejanggalan berbagai penggunaan pos anggaran di Kota Bekasi,” tegasnya.
Selain itu, Etos juga menyoroti Walikota Bekasi yang kerap jalan-jalan ke luar negeri dengan dalih studi banding.
“Dari data yang kami peroleh, Pepen merupakan Walikota yang kerap jalan jalan ke luar negeri dengan memboyong anak buahnya. Tapi ironisnya infrastruktur Kota Bekasi tetap amburadul,” ucap Iskandar.
Sebagai daerah penyangga Ibukota, Kota Bekasi dinilai jauh tertinggal dari daerah lain, baik dari SDM maupun kesiapan mengelola pemerintahannya di era teknologi 4.0.
“Kota Bekasi tertinggal jauh dari Kabupaten yang jauh dari pusat Ibukota. Seperti kabupaten Banyuwangi saja sudah memiliki program smart city. Bekasi Smart City yang digadang-gadang Pepen juga tidak jalan, setelah Koeswara sebagai penggagasnya pindah ke Pemprov Jabar," ucap direktur lembaga survei Etos Indonesia itu.
Iskandar menduga Kota Beksi sepertinya sudah kehilangan arah dalam menentukan pijakan pembanguannya.
Adapun geliat pembangunan yang berkembang di Kota Bekasi saat ini, kata Iskandar, dikerjakan oleh swasta.
“Seperti pembangunan apartemen dan beberapa pengembang perumahan cluster. Tapi geliat pembangunan yang dilakukan di era Pepen tidak ada yang menonjol. Pembangunan Gor Bekasi, jembatan Sumarrecon dan pembangunan Plaza Pemkot Bekasi itu sebenarnya program Muchtar Mohammad,” kata Iskandar.
Sementara itu, Ketua DPRD Kota Bekasi, Choiruman J Putro mengatakan, pihaknya tengah menggali data tunggakan KS untuk 2019 ini.
Namun hal Ini menjadi salah satu masalah yang akan di dalaminya selain data kepesertaan KS, peserta ganda, penetapan tarif, mekanisme claim, verifikasi dam validasi claim, pencairan tagihan, pengendalian biaya dan sebagainya.
"Dan yang paling utama aspek kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan," kata poliisi PKS ini.