RADAR NONSTOP- Dugaan adanya “permainan nakal” di Badan Pelayanan Pengadaan Barang dan Jasa (BPPBJ) Pemfrov DKi Jakarta dalam lelang sepertinya mulai terkuak.
Ketua Divisi Hukum Komite Pemantau dan Pemberdayaan Parlemen Indonesia (KP3I), Renhad P. SH, kembali membuka borok dibalik lelang e-Katalog Pengadaan Barang Kategori Beton.
Menurut Renhad, KP3I mendapatkan jejak dokumen surat permohonan BPPBJ DKI yang dilayangkan kepada Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Surat tersebut berisi 'Permohonan Penambahan Kategori pada Katalog Lokal di BPPBJ DKI Jakarta' dan ditandatangani oleh Kepala BPPBJ DKI Blessmiyanda.
BERITA TERKAIT :"Ini (surat) jelas merupakan upaya terencana yang dilakukan oleh BPPBJ DKI untuk mendapatkan pembenar dari tindakannya yang melanggar aturan," kata Renhad kepada wartawan, di kawasan Utan Kayu, Jakarta Timur, Kamis (26/9/2019).
"Buat apa Bless (Kepala BPPBJ. red) repot-repot bersurat ke LKPP memohon penambahan penyedia jasa konstruksi sebagai perusahaan penyedia pada Katalog Elektronik?, ada apa ini?," sambung Renhad.
Sedangkan di Ibu Kota Jakarta ada banyak perusahaan Penyedia Katalog Elektronik berbadan usaha Prinsipal Produsen atau mata rantai pasok terdekat dari Prinsipal alias agen Prinsipal, sebagaimana peraturan yang ditetapkan LKKP.
Hal ini, menurut Renhad, jelas bertentangan dengan ketentuan Pasal 13 huruf F Peraturan LKPP Nomor 11 Tahun 2018 Tentang Katalog Elektronik, yang berbunyi; 'dalam hal Penyedia Katalog Elektronik berbentuk Badan Usaha/Perorangan maka penyedia merupakan Prinsipal Produsen atau mata rantai pasok terdekat dari Prinsipal'.
"Karena, sekali lagi, yang bisa menjadi perusahaan penyedia mutlak hanya Prinsipal Produsen atau mata rantai pasok atau agen dari Prinsipal. Sedangkan perusahaan penyedia jasa konstruksi tidak memenuhi kualifikasi. Jadi, penambahan item ini jelas akal-akalan Bless. Apakah dibalik ini ada sesuatu, saya tidak tahu,” beber Ranhad.
Untungnya, dia melanjutkan, LKPP tidak terjebak pada permainan tafsir yang coba dijalankan BPPBJ DKI. Mengingat, dalam surat balasan LKPP di poin ke lima (5) berbunyi;
"Untuk pekerjaan konstruksi (barang/material termasuk pemasangnya) yang akan dicantumkan pada Katalog Elektrobik Lokal maka berlaku ketentuan Pasal 13 huruf F Peraturan LKPP Nomor 11 Tahun 2018 dan Pasal 28 dan Pasal 30 UU Nomor 2 Tahun 2017. Jika terdapat prinsipal produsen yang memiliki izin terkait produksi dan sekaligus memiliki izin usaha bidang konstruksi dan memiliki sertifikat badan usaha, maka prisipal produsen tersebut yang diproses untuk dicantumkan dalam katalog elektronik lokal".
"Nah, dalam surat itu, selanjutnya baru berbunyi; 'Namun, jika tidak tersedia, penyedia jasa konstruksi yang memiliki izin usaha bidang konstruksi dan memiliki sertifikat badan usaha yang diproses untuk dicantumkan dalam katalog elektronik lokal. Dengan demikian, penyedia jasa konstruksi tersebut dianggap sebagai rantai pasok terdekat dengan prinsipal produsen'," ucap Renhad mengutip surat jawaban LKPP kepada BPPBJ DKI.
Merujuk pada surat tersebut, Renhad menyatakan, kini menjadi semakin sempurna lah dugaan kejanggalan dalam proyek Katalog Elektronik Kategori Pekerjaan Beton, Beton Precast, dan Beton Rapid Setting Tahun 2019 di Pemprov DKI.
"Dalam catatan kami, BPPBJ DKI Jakarta telah meloloskan 35 Perusahaan Penyedia yang mendaftar. Dimana, sekitar 90 persen dari mereka bukan merupakan Prinsipal atau Distributor/Agen. Semua tidak memenuhi syarat sebagai peserta lelang," ungkap Renhad.
Diketahui, sebelumnya Anggota DPRD DKI Riano P Ahmad menyayangkan permasalahan yang muncul, akibat prosedur lelang kategori beton yang disinyalir tidak sesuai aturan LKPP.
Karena itu, dia meminta BPPBJ DKI selaku penyelenggara proyek untuk membatalkan lelang tersebut.
"Dewan meminta Gubernur segera memerintahkan BPPBJ agar proyek itu dibatalkan. Karena Gubernur akan ikut bertanggung jawab bila lelang ini terbukti bermasalah di kemudian hari," kata Riano kepada wartawan di Gedung DPRD DKI, Kebon Sirih, Jakarta, Selasa (24/9/2019) kemarin.
Anggota Fraksi PAN ini tidak ingin Gubernur DKI Anies Baswedan ikut terseret kasus hukum akibat ulah anak buahnya.
"Sebab, ini saya melihat ada indikasi monopoli proyek dengan oknum kontraktor-kontraktor pemain lama. Sehingga aturan persyaratan lelangnya terkesan dibuat tidak ketat," terang Riano.