RADAR NONSTOP - Aksi segelintir massa yang menuntut Ditjen Imigrasi dicopot dari jabatannya dianggap lelucon dan jadi tertawaan. Soalnya, aroma fitnah dan pesanan dalam kegiatan unjuk rasa tersebut terendus sangat kuat.
Begitu dikatakan Sekjen Jari 98, Ferry Supriadi, kepada radarnonstop.co melalui rilis yang diterima redaksi, Selasa (12/8/2019). “Aksi massa dalam alam demokrasi dan keterbukaan seperti sekarang memang merupakan sebuah keniscayaan. Namun harus memiliki bukti yang jelas dan konkrit. Bukan fitnah, apalagi karena dapat order dari sponsor,” ujarnya.
“Silahkan saja lakukan unjuk rasa, karena itu bagian dari demokrasi. Namun dengan catatan harus disertai bukti - bukti. Jangan jadikan unjuk rasa sebagai ajang rekreasi politik, apalagi untuj memuaskan syahwat politik sponsor,” imbuh Ferry.
BERITA TERKAIT :Ferry lantas memaparkan, kasus penangkapan 3 WNA dan 2 WNI di Hotel OYO Jakarta Pusat oleh Satpol PP, hingga kini belum terbukti adanya pesta seks seperti yang diisukan.
“Menuduh orang berzina itu hukumnya berat, apalagi tidak ada bukti dan saksi. Jadi jangan sebar fitnah dan hoaks lewat unjuk rasa dan menghakimi orang lain demi kepuasan syahwat pengorder demo,” tegas Ferry.
Terkait WNA pencari suaka, ujar Ferry, semestinya yang dipertanyakan dan dipersoalkan adalah UNHCR. Sebab, setelah mereka memberikan kartu UNHCR sebagai pencari suaka, tidak ada pengawasan terhadap keberadaan para pengungsi itu.
“UNHCR hanya sekedar memberikan kartu saja, tidak memberikan data kepada Ditjen Imigrasi, dimana mereka menginap dan tinggal tidak diterangkan dan dijelaskan secara detail,” katanya
Padahal, keberadaan mereka (pencari suaka) itu, seharusnya ditampung oleh PEMDA sesuai amanat Perpres No 125 tahun 2016 ttg tugas PEMDA menyediakan akomodasi terhadap para pengungsi.