RADAR NONSTOP- Akibat menjadi korban salah tangkap, empat orang pengamen jalanan di Cipulir, menuntut Polda Metro Jaya dan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta untuk meminta maaf.
Keempat korban salah tangkap itu masing-masing Fikri (17), Fatahillah (12), Ucok (13), Pau (16), meminta Kementrian Keuangan Republik Indonesia memberikan ganti rugi materiil dan immateriil akibat salah tangkap dalam perkara kasus pembunuhan pada 2013 lalu.
Pengacara korban dari LBH Jakarta, Oky Wirata Siagian kepada Radarnonstop.co (Rakyat Merdeka Grup) menyampaikan, kliennya ditangkap oleh unit kejahatan dengan kekerasan (Jatanras) Polda Metro Jaya, pada Juli 2013 dengan tuduhan membunuh sesama pengamen anak bermotif berebut lapak mengamen.
BERITA TERKAIT :Tanpa bukti yang sah secara hukum mereka kemudian ditangkap dan dipaksa mengaku dengan cara disiksa semasa berada di dalam tahanan Kepolisian.
"Dengan bermodalkan pengakuan dan skenario rekayasa hasil penyiksaan, mereka kemudian diajukan ke pengadilan oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta sehingga harus merasakan dinginnya jeruji penjara sejak masih kanak-kanak,"terang Oky Wirata Siagian, Rabu (17/7/2019).
Masih menurut Oky, dalam kasus tersebut belakangan terbukti di persidangan bahwa korban yang tewas bukanlah pengamen, dan mereka bukanlah pembunuh korban.
Setelah melalui persidangan berliku dan diwarnai salah putus, mereka kemudian dinyatakan tidak bersalah oleh Mahkamah Agung melalui Putusan Nomor 131 PK/Pid.Sus/2016.
"Total, mereka sudah mendekam di penjara selama 3 tahun atas perbuatan yang tidak pernah mereka lakukan, ditambah mereka hanyalah anak-anak yang dengan teganya disiksa oleh Kepolisian dengan cara disetrum, dipukuli, ditendang, dan berbagai cara penyiksaan lainnya,"jelasnya.
Bermodalkan putusan tersebut, anak-anak yang kini sudah dewasa ini kemudian mengajukan permohonan praperadilan ganti kerugian dengan pihak Kepolisian RI dan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta sebagai Termohon dan Kementerian Keuangan RI sebagai turut termohon.