Berita Indonesia terkini politik, ekonomi, megapolitan , Politik, senayan, nasional balaikota, olahraga, lifestyle dan hiburan ditulis lengkap dan mendalam - Radarnonstop.co
Peristiwa 22 Mei

Peluru Tajam Siapa Yang Menembus Tubuh Buah Hatiku?

RN/CR | Selasa, 18 Juni 2019
Peluru Tajam Siapa Yang Menembus Tubuh Buah Hatiku?
Orangtua Harun, korban berusia 15 tahun kerusuhan 22 Mei 2019 -Net
-

RADAR NONSTOP - Sudah hampir 1 bulan, peluru tajam yang menghujam tubuh - tubuh para remaja belia belum juga terungkap milik siapa?

Keluarga korban yang meminta keadilan kesana - kemari hanya bisa pasrah dan berdoa, semoga ada keajaiban, agar pelaku mendapat ganjaran atas perbuatannya yang telah menghilangkan nyawa anak, keponakan, saudara dan handai taulan mereka yang tercinta.

Ditengah gelapnya harapan atas keadilan, muncul sebersit sinyal terang dar Mabes Polri yang mengaku telah melakukan investigasi, dan mengakui bahwa para korban 21 - 22 Mei kehilangan nyawa karena ditembus peluru tajam.

BERITA TERKAIT :
Teun Koopmeiners di-PHP Si Nyonya Tua
Endrick Dicap Titisan Legenda Tim Samba

“Lalu yang lima lainnya, empat di antaranya kuat dugaan (juga) meninggal karena peluru tajam,” kata Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Mabes Polri Kombes Asep Adi Saputra di Mabes Polri, Jakarta, kemarin.

Sementara itu, satu korban lainnya meninggal akibat pukulan benda keras.

Kepastian meninggalnya korban akibat peluru tajam tersebut, kata Asep, didapatkan setelah tim investigasi memperoleh hasil autopsi terhadap empat korban yang meninggal dunia dan satu korban luka tembak yang berhasil selamat dari kematian. “Dari autopsi, tidak ada ditemukan tembakan ganda. Semuanya satu tembakan,” ujar Asep.

Asep mengatakan, dua proyektil dari korban sudah disita. Saat ini tim investigasi sedang menunggu hasil uji balistik.

Dia tak menyebutkan dua proyektil peluru yang berhasil disita untuk penyelidikan. Namun, Asep membenarkan dua proyektil yang disita, seperti yang pernah dikatakan Kapolri Jenderal Tito Karnavian pada pekan lalu.

Dari dua proyektil tersebut, kata Tito saat itu, diketahui satu proyektil dari peluru kaliber 5,56 milimeter (mm) dan satu proyektil dari peluru kaliber 9,00 mm. Namun, Asep menolak menyebutkan umumnya peluru-peluru tersebut digunakan untuk senjata jenis apa.

“Soal itu (jenis senjata) nanti akan kita sampaikan kalau sudah ada hasil dari uji balistik dari tim inevstigasi,” ujar Asep.

Menurut dia, hasil dari uji balistik nantinya juga akan menemukan titik terang baru terkait dari arah mana peluru berasal, termasuk dari senjata jenis apa yang memuntahkan peluru mematikan tersebut.

Selain sudah mengidentifikasi penyebab korban meninggal dunia, tim investigasi Polri juga berhasil mengurai salah satu kerumitan dalam pengungkapan teka-teki kerusuhan 21-22 Mei. Teka-teki tersebut terkait permasalahan tempat kejadian perkara (TKP) atau tempat ditemukannya korban meninggal dunia saat kerusuhan terjadi.

Asep mengatakan, dari sembilan korban meninggal dunia, penyelidikan sudah menemukan lima TKP yang menjadi tempat ditemukannya korban meninggal dunia. “Lima TKP itu ditemukan di wilayah Petamburan,” kata Asep.

Sementara itu, TKP empat korban meninggal dunia lainnya masih dalam penelusuran tim.

Asep menjanjikan tim investigasi akan tetap bekerja menyelidiki dan mengungkap kerusuhan 21-22 Mei. Hal tersebut termasuk, kata dia, mencari dalang dan pendana kerusuhan, serta pihak-pihak yang melepaskan tembakan mematikan ke arah warga sipil.

Polri mengategorikan korban dari kalangan warga biasa itu sebagai terduga perusuh. Alasannya, korban tersebut bukan bagian dari kelompok aksi damai Kedaulatan Rakyat yang menjadi pangkal kerumunan massa sebelum kerusuhan terjadi. Selain mengakibatkan korban meninggal dunia, kerusuhan tersebut membuat 800-an orang dinyatakan luka-luka.

Terkait pelaku penembakan, meski masih dalam investigasi pengungkapan, Kapolri Tito pekan lalu menegaskan akan menindak tegas pelaku penembakan. Dia berjanji tak akan ragu menjatuhkan hukuman berat jika tembakan mematikan itu berasal dari senjata personelnya saat melakukan pengamanan.

Menurut Tito, dari kronologi kerusuhan 21-22 Mei, titik paling brutal memang terjadi di Petamburan. Di tempat tersebut, kerusuhan menyasar asrama satuan Brigadir Mobil (Brimob). Penyerangan di asrama Brimob menyebabkan 25 mobil terbakar. Di asrama itu, kata Tito, ada anggota kepolisian dan keluarganya.

Saat ini kepolisian dibantu tim investigasi dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk mengungkap secara menyeluruh peristiwa kerusuhan 21-22 Mei. Meski tak dalam wadah yang sama, dua tim investigasi dari Polri dan Komnas HAM diyakini akan berhasil mengungkap utuh kerusuhan tersebut.

Komnas HAM menyatakan akan menunggu hasil uji balistik dari temuan dua proyektil dalam tubuh korban meninggal.

Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik juga meminta agar tim investigasi Mabes Polri melakukan uji forensik luar terhadap lima dari sembilan korban sipil yang meninggal dalam peristiwa itu.

Ahmad mengatakan, sementara ini hasil investigasi antara Mabes Polri dan Komnas HAM berada pada tingkat kesimpulan yang mirip. Terkait korban meninggal dunia, kedua otoritas tersebut sejalan dengan kesimpulan penyebabnya, yakni karena tembakan peluru tajam.

Adapun empat lainnya, kata Ahmad, seperti pandangan Mabes Polri diduga kuat juga karena tembakan peluru tajam. Namun, kata Ahmad, untuk empat korban yang diduga kuat meninggal karena tembakan peluru tajam tersebut, sampai hari ini belum ada hasil autopsinya. “Kami ingin melihat agar ada uji forensik luar untuk yang tidak diautopsi,” kata Ahmad.

Komnas HAM juga meminta hasil uji balistik dapat segera dirampungkan dan diumumkan. Sementara itu, terkait satu korban lainnya, Mabes Polri meyakini meninggal karena serangan benda tumpul. Komnas HAM menyampaikan bahwa satu korban meinggal akibat benda tumpul tersebut atas nama Reza.

Namun, komisi tersebut belum percaya kematian Reza akibat benda tumpul. “Belum tentu itu pukulan,” kata Ahmad.

Ahmad melanjutkan, Komnas HAM menginvestigasi kerusuhan 21-22 Mei hanya untuk memastikan proses penegakan hukum yang terjadi saat kerusuhan sesuai kadarnya, yakni adanya standar pengamanan yang tak menyimpang dan aksi pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Polri.

“Tugas kami (Komnas HAM) bukan untuk mencari pelaku (penembakan), tapi untuk memastikan proses hukum yang dilakukan Polri sesuai protap, acara hukum, dan standar hak asasi manusia,” kata Ahmad.

Investigasi itu termasuk, kata dia, untuk memastikan adanya keadilan terhadap korban yang meninggal dunia dalam kerusuhan tersebut.

Teka-teki proyektil

Kerusuhan 21-22 Mei mengakibatkan sembilan korban meninggal dunia dari kalangan warga sipil. Tiga di antaranya masih anak-anak. Mereka adalah Harun al-Rasyid (15 tahun), Raihan Fajari (16), dan Widyanto Rizki Ramadhan (17).

Korban meninggal lainnya adalah Abdul Aziz (27), Adam Nuriyan (19), Bahtiar Alamsyah (22), Farhan Syafero (31), Sandro (31), dan Reza (korban meninggal karena pukulan benda keras). Satu korban lainnya teridentifikasi bernama Zulkifli yang terkena tembakan peluru tajam pada bagian paha.

Mantan kepala Badan Intelijen ABRI (BIA) Mayjen (Purn) Zacky Anwar Makarim mengatakan, kaliber 5,56 mm merupakan peluru dari jenis senjata serbu laras panjang. Sementara itu, kaliber 9,00 mm, kata Zacky, umumnya digunakan untuk senjata laras pendek jenis pistol.

Dua proyektil yang ditemukan di tubuh korban kerusuhan merupakan peluru umum dari senjata api (senpi) yang biasa digunakan satuan Polri maupun Tentara Nasional Indonesia (TNI). “Sedikit penjelasan dari saya, soal temuan peluru ini biasanya digunakan oleh kepolisian ataupun militer. Campuran, bisa (personel) Polri, bisa TNI,” kata Zakcy kepada awak media.

Zacky menerangkan, umumnya kaliber 5,56 mm dipasangkan dalam senjata serbu seperti M-16, M-4 atau AR-15 buatan asing. Perusahaan persenjataan di dalam negeri seperti Pindad juga mengeluarkan senjata jenis SS-1 dan SS-2 yang juga menggunakan peluru kaliber 5,56 mm. “Kaliber ini umumnya digunakan banyak jenis senjata serbu sebagai pengganti kaliber 7,62 mm yang lebih besar,” kata dia menambahkan.

Adapun peluru dengan kaliber 9,00 mm, kata Zacky, biasa dipasang dalam pistol atau senjata laras pendek jenis FN 46. “Versi (yang digunakan) militer,” ujar Zacky.

Namun, analisis Zacky tentang senjata umum tersebut bukan acuan pasti untuk menjawab siapa atau satuan mana yang melepas tembakan. Persoalan itu menjadi tugas penyelidikan untuk memastikan pihak yang melepaskan tembakan mematikan.

#Mei   #Peluru   #Komnasp