RN - Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD DKI Jakarta resmi merampungkan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Namun, keputusan mereka menuai kritik tajam dari kalangan pegiat kesehatan dan masyarakat yang peduli anak-anak.
Ketua Bapemperda DPRD DKI, Abdul Aziz, mengumumkan bahwa pasal yang melarang penjualan rokok pada radius 200 meter dari sekolah dan tempat bermain anak telah dicabut dari draf Raperda. Alasannya, pasal ini menuai protes dari pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang mengkhawatirkan dampak larangan terhadap kelangsungan bisnis mereka.
“Kami apresiasi Pansus KTR yang sudah bekerja selama enam bulan menyusun, mengevaluasi, serta memberi masukan terhadap draf Raperda KTR. Dari hasil pembahasan Bapemperda, pasal larangan penjualan rokok radius 200 meter tersebut didrop,” kata Aziz.
BERITA TERKAIT :Langkah ini memang memberi ruang bernapas bagi pedagang kecil, namun menimbulkan pertanyaan besar: apakah kesehatan publik, terutama anak-anak, dikompromikan demi kepentingan bisnis? Padahal larangan serupa sudah tercantum dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024.
Draf Raperda KTR yang telah diselesaikan selanjutnya akan difasilitasi oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk memastikan kesesuaian aturan dengan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Aziz mengaku, Kemendagri masih bisa mengembalikan pasal larangan penjualan rokok dekat sekolah jika dianggap perlu.
“Tugas kami di Bapemperda menyampaikan hasil rapat. Setelah itu, Kemendagri yang akan membahas lebih lanjut. Jika mereka mengembalikan pasal tersebut, kami harus mengikuti karena posisi Kemendagri lebih tinggi,” ujarnya.
Proses ini menunjukkan dilema yang dihadapi DPRD DKI: antara melindungi kesehatan masyarakat dan memberikan kelonggaran bagi pelaku usaha kecil.
Publik menilai, keputusan mencabut larangan ini memperlihatkan bahwa kepentingan ekonomi seringkali masih mengalahkan keselamatan anak-anak, sebuah kritik pedas yang perlu menjadi perhatian serius bagi para pembuat kebijakan.