RN - Gencatan senjata sudah diumumkan, tapi Gaza masih berduka. Saat para pemimpin dunia bicara tentang perdamaian, suara tangis dan sirene rumah sakit tetap menggema di antara reruntuhan.
Meski dunia mengumandangkan “damai”, aroma mesiu dan tangisan di Jalur Gaza belum benar-benar berhenti. Dalam waktu 48 jam terakhir, rumah sakit-rumah sakit di Gaza kembali penuh sesak oleh korban luka dan jenazah yang ditarik dari bawah reruntuhan.
Kementerian Kesehatan Gaza mencatat 93 orang tewas dan lebih dari 330 lainnya terluka sejak gencatan senjata diumumkan pada 11 Oktober lalu. Ironisnya, periode yang seharusnya menjadi napas lega bagi rakyat Palestina justru berubah menjadi jeda berdarah di antara serangan.
BERITA TERKAIT :“Dalam 48 jam terakhir, delapan jenazah ditemukan dari puing-puing dan 13 lainnya terluka,” bunyi laporan resmi Kementerian Kesehatan, Senin (27/10). Suara tangis dan sirene ambulans menggema, menjadi musik latar dari perdamaian yang retak.
Padahal, empat pemimpin dunia, Donald Trump, Abdel Fattah Sisi, Tamim bin Hamad Al Thani, dan Recep Tayyip Erdogan, sudah menandatangani deklarasi gencatan senjata pada 13 Oktober. Sebuah langkah besar yang disambut haru di dunia internasional, namun kini terasa seperti tinta yang belum sempat kering di atas kertas yang basah darah.
Sebagai bagian dari kesepakatan, Hamas membebaskan 20 sandera yang masih hidup, sementara Israel melepaskan 1.718 tahanan dari Gaza serta 250 narapidana Palestina berstatus berat.