RN - Menteri Pertanian (Mentan), Andi Amran Sulaiman kembali menabuh optimisme besar di tengah polemik pangan nasional. Dalam konferensi pers memperingati satu tahun kinerja Kabinet Merah Putih sektor pertanian, Amran menyatakan bahwa Indonesia akan segera mencapai swasembada beras dalam waktu paling lambat dua bulan ke depan.
Dengan penuh keyakinan, ia menyebut produksi beras nasional hingga saat ini sudah mencapai 33,19 juta ton, dan diperkirakan akan menembus 34,3 juta ton pada akhir 2025. Menurutnya, angka tersebut merupakan “lompatan tertinggi sepanjang sejarah” karena berhasil naik sekitar 4 juta ton dibandingkan tahun sebelumnya.
"Diperkirakan akhir tahun produksi (beras) naik 4 juta ton dalam satu tahun (dibandingkan tahun lalu),’’ ujar Amran, di Jakarta, Rabu (22/10).
BERITA TERKAIT :Tak hanya itu, Amran juga mengklaim Nilai Tukar Petani (NTP) kini berada di level tertinggi, mencapai 124,36 poin, didorong oleh kebijakan presiden yang menaikkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah dari Rp5.000 menjadi Rp6.500 per kilogram. Ia menilai, langkah itu membuat petani kini bisa “menikmati harga yang lebih layak”.
Namun, di balik rentetan capaian yang digembar-gemborkan, publik mempertanyakan realitas di lapangan. Pasalnya, harga beras di pasaran masih merangkak naik, bahkan di beberapa daerah masih ditemukan ketergantungan terhadap beras impor untuk menstabilkan pasokan. Di sisi lain, banyak petani mengeluhkan mahalnya pupuk, seretnya irigasi, dan dampak cuaca ekstrem yang menurunkan hasil panen.
Para pengamat menilai, pernyataan “swasembada dua bulan lagi” lebih terdengar seperti retorika politik menjelang tahun ekonomi sulit, ketimbang hasil perencanaan berbasis data lapangan. Kenaikan angka produksi versi kementerian dinilai belum sejalan dengan kenyataan rantai distribusi yang masih timpang dan ketimpangan kesejahteraan petani kecil.
Jika benar swasembada beras akan tercapai dalam waktu dekat, masyarakat berharap dampaknya bisa langsung terasa, bukan sekadar statistik di meja rapat atau prestasi untuk laporan tahunan. Sebab di dapur rakyat, beras mahal tetaplah beras mahal, tak peduli seberapa tinggi angka yang diklaim di podium.