RN - Perumda Pembangunan Sarana Jaya menunjukkan performa signifikan dalam mendukung penyediaan hunian terjangkau dan layak bagi warga Jakarta.
Sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) andalan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, Sarana Jaya menempatkan sektor perumahan sebagai mandat utama sekaligus prioritas pembangunan.
Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya, Andira Reoputra menegaskan fokus utama perusahaan diarahkan pada empat lini bisnis strategis, yakni housing (perumahan), properti komersial, properti sewa (perkantoran, pusat perbelanjaan, dan hotel), serta infrastruktur.
BERITA TERKAIT :“Jakarta saat ini sudah memenuhi berbagai persyaratan sebagai kota global. Infrastruktur transportasi, pusat bisnis, dan pariwisata tersedia lengkap. Tugas kami adalah memastikan penyediaan hunian dan kawasan komersial yang terpadu agar warga memiliki kualitas hidup yang lebih baik," kata Andira dalam forum Balkoters Talk bertajuk 'Transformasi Vertikal di Tengah Tantangan Global' yang digelar di Pressroom Balai Kota, Jakarta Pusat, Kamis (11/9/2025).
Andira melanjutkan, di sektor hunian terjangkau, Sarana Jaya telah menyelesaikan berbagai proyek strategis.
Di kawasan Pondok Kelapa, program Hunian Terjangkau Milik (HTM) yang sebelumnya dikenal DP 0 persen sudah mencapai 98 persen penyelesaian.
Tercatat ada 740 unit komersial yang dijual dengan harga Rp500-600 juta per unit tipe dua kamar.
Kemudian di Cilangkap, Sarana Jaya juga menyiapkan 1 tower ready stock dengan sekitar 700 unit, ditambah pembangunan baru sebanyak 480 unit.
Dengan begitu, tersedia lebih dari 1.100 unit hunian terjangkau yang diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Di sisi lain, Pemprov DKI Jakarta sebelumnya menargetkan penyediaan 19.800 unit hunian terjangkau, di mana sebagian besar kontribusinya datang dari Sarana Jaya.
Keberhasilan ini turut diperkuat oleh portofolio aset strategis perusahaan yang tersebar di Kuningan, Sudirman, hingga Pondok Kelapa, dengan nilai aset mencapai Rp7 triliun.
Tak hanya menyediakan rumah, proyek Sarana Jaya juga memberikan efek turunan ekonomi yang besar.
Lebih dari 180 industri ikut terdorong, mulai dari semen, pasir, besi, hingga furnitur dan elektronik. Kehadiran proyek perumahan turut memunculkan aktivitas UMKM lokal di sekitar kawasan pembangunan.
Ke depan, pengembangan kawasan Tanah Abang akan menjadi fokus berikutnya. Kawasan ini akan dirancang secara bertahap dengan integrasi hunian, pasar komersial, logistik, dan fasilitas publik.
Sebagai perusahaan yang sahamnya milik pemerintah, Sarana Jaya harus amanah, transparan, dan profesional. Selain itu, legalitas seluruh proyek harus terjamin, akses transportasi memadai, dan fasilitas hunian terus dilengkapi, mulai dari ruang pertemuan warga hingga ruang terbuka hijau.
"Kami percaya, dengan kolaborasi dan dukungan semua pihak, Jakarta bisa tumbuh menjadi kota global dengan standar hunian modern, inklusif, dan terjangkau," pungkas Andira.
Solusi Keterbatasan Lahan di Ibu Kota
Sementara itu Kepala Bidang Permukiman pada Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) DKI Jakarta, Retno Sulistyaningrum, menegaskan hunian vertikal menjadi keniscayaan di tengah keterbatasan lahan di Ibu Kota.
"Terkait dengan rusun hunian vertikal, rasanya memang sudah siap tinggal di Jakarta harus siap juga tinggal di rusun. Kenapa harus rusun?. Kita sudah sama-sama tahu bahwa luas Jakarta itu kurang lebih sekitar 664 kilometer persegi, untuk peruntukan hunian sesuai dengan RDTR itu sekitar 40 persen. Jadi kalau dihitung itu sekitar 271 kilometer persegi," jelas Retno.
Menurutnya, dengan jumlah penduduk sekitar 10,6 juta jiwa dan kepadatan 16.155 per kilometer persegi, kebutuhan hunian di DKI Jakarta mencapai 288.393 unit.
"Alasan kenapa harus hunian vertikal? Ketika lahan terbatas, kebutuhan juga banyak, akhirnya mengakibatkan harga jual yang semakin meningkat dan jadi semakin ke pinggir. Harapannya, kita semua bisa mengakses hunian-hunian yang ada di DKI Jakarta," tuturnya.
Selain itu, lanjut dia, lonjakan harga tanah dan hunian berimbas pada semakin banyaknya kawasan kumuh.
Mengacu pada data tahun 2017 ada 445 RW kumuh, dan saat ini Pemprov Jakarta sedang bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) untuk mengevaluasi RW kumuh tersebut yang ditargetkan selesai bulan Desember 2025.
Retno menekankan, arah kebijakan Pemprov sudah jelas tertuang dalam RPJMD 2025–2029, yakni menyediakan perumahan publik yang terjangkau, terhubung dengan pusat ekonomi serta transportasi.
"Oleh karena itu, ada kebijakan bahwa kami harus menyiapkan hunian terjangkau yang layak huni, kemudian juga harus terhubung dengan TOD, dan program Pak Gubernur Pramono itu adalah mix use, inilah yang sekarang sedang kami godok," terangnya.
Retno menyebut, saat ini Pemprov DKI memiliki sekitar 32.000 unit rumah susun. Jika, tidak dikelola dengan serius, dia khawatir bisa menimbulkan persoalan di kemudian hari.
"Kami punya target tahun 2027, mungkin UPRS akan meningkat menjadi BLUD. Harapannya seperti itu," tegasnya.
Selain itu, sejumlah Rusunawa sudah berjalan dengan pendekatan sosial-ekonomi. Ada rumah susun padat karya kurang lebih 381 unit, Rusun Rorotan IX ada 484 unit, Marunda 288 unit.
"Sosial-ekonomi juga kami pikirkan maka terbit Ingub Nomor 131 Tahun 2016. Semua SKPD harus support semua kegiatan sosial ekonomi di Rusunawa, supaya bisa meningkatkan taraf hidup," pungkasnya.