Berita Indonesia terkini politik, ekonomi, megapolitan , Politik, senayan, nasional balaikota, olahraga, lifestyle dan hiburan ditulis lengkap dan mendalam - Radarnonstop.co

Reset Jalur Afirmasi Jadi Celah, Pejabat Mau Jadi Calo Siswa Titipan di Tangsel?

RN/CR | Kamis, 10 Juli 2025
Reset Jalur Afirmasi Jadi Celah, Pejabat Mau Jadi Calo Siswa Titipan di Tangsel?
-

RN – Proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tingkat SMA dan SMK di Kota Tangerang Selatan (Tangsel) kembali berada di bawah sorotan tajam. Dugaan praktik curang dalam seleksi jalur afirmasi mencuat, memunculkan pertanyaan serius soal integritas sistem pendidikan publik.

Di balik janji pemerataan akses pendidikan, praktik mencurigakan berupa "reset akun" peserta PPDB diduga kuat menjadi pintu masuk bagi siswa titipan yang tidak memenuhi kriteria jalur afirmasi. 

Celah inilah yang kini menjadi fokus investigasi sejumlah pihak, salah satunya komunitas wartawan di Tangsel yakni Pokja Kantin Reborn, Rabu (9/7/2025).

BERITA TERKAIT :
Tangsel Jadi Kota Banjir, Benyamin Jangan Jualan Kecap?

Jalur afirmasi sejatinya ditujukan bagi siswa dari kelompok ekonomi lemah pemegang Kartu Indonesia Pintar (KIP), penerima Program Keluarga Harapan (PKH), atau mereka yang berasal dari lingkungan rentan sosial lainnya. Namun, dalam praktiknya, semangat keadilan itu terancam berubah menjadi formalitas yang mudah dimanipulasi.

Menurut temuan komunitas wartawan Pokja Kantin Reborn Tangsel, sejumlah akun peserta PPDB diduga mengalami reset tanpa alasan teknis yang sah. 

Dalam proses ini, muncul nama-nama baru yang sebelumnya tidak terdaftar dalam sistem. Namun mendadak diterima melalui jalur afirmasi tanpa transparansi latar belakang sosial atau ekonomi mereka.

"Reset akun bisa dilakukan jika ada kesalahan data. Tapi, kalau setelah reset justru muncul siswa baru yang tidak punya dasar afirmasi, ini patut dipertanyakan," ujar David Saragih, salah satu anggota Pokja Kantin Reborn.

Investigasi yang dilakukan Pokja Kantin Reborn tersebut menyasar sejumlah sekolah SMA dan SMK di Tangsel. Dari data yang dihimpun, muncul anomali antara jumlah siswa yang lulus tahun sebelumnya dan jumlah siswa yang diterima tahun ini. Disparitas ini menimbulkan dugaan adanya kursi ‘disiapkan’ untuk siswa tertentu.

Contohnya, pada sekolah A, tahun lalu meluluskan 514 siswa dari 14 kelas, rata-rata dihitung 36 siswa per kelas. Namun, pada SPMB 2025, jumlah penerimaan tak sebanding padahal kapasitas ideal ruang belajar tetap.

“Itu kita hitung 36 siswa per kelas, kita temukan satu kelas bisa diisi sampai 42 siswa. Tapi data penerimaan siswa barunya justru lebih sedikit dari jumlah lulusan tahun lalu. Jadi, ke mana sisa kursi itu? Siapa yang mengisinya?” tegas Hambali, anggota Divisi Pemerhati Isu Pokja Kantin Reborn.

"Hal serupa ditemukan di sekolah B, yang tahun lalu meluluskan 412 siswa dari 12 kelas. Namun penerimaan tahun ini tercatat lebih rendah dari kapasitas yang tersedia, sisa kursi itu larinya kemana,"jelasnya.

Kondisi ini memicu kemarahan sejumlah wali murid, terutama mereka yang merasa anaknya layak masuk melalui jalur-jalur tertentu. Salah satunya siswa yang memiliki Surat Keterangan Tahfidz Al-Qur'an.

“Anak saya punya Surat Keterangan Tahfidz Al-Qur'an tapi ditolak. Tiba-tiba ada nama-nama baru yang tidak pernah muncul di awal justru diterima lewat jalur afirmasi. Kami merasa dibohongi,” ungkap seorang wali murid yang meminta identitasnya dirahasiakan.

Sistem SPMB 2025 yang digadang-gadang berbasis digital ternyata memiliki titik lemah besar, minim pengawasan dan audit publik. Tidak ada catatan transparan mengenai siapa yang melakukan reset, kapan dilakukan, dan atas dasar apa.

Seorang pemerhati pendidikan di Banten, Iman, menyebut bahwa tanpa pelacakan log sistem, praktik manipulasi data sangat mungkin dilakukan secara sistematis.

“Reset akun itu seperti pintu rahasia. Kalau tidak ada jejak digital yang bisa diakses publik, siapa saja bisa masuk dan mengubah data sesuka hati. Ini ancaman serius bagi kepercayaan publik terhadap PPDB,” ujarnya.

Merespons situasi ini, publik dan pemerhati pendidikan mendesak Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten untuk bertindak cepat dan tegas. Jika terbukti ada manipulasi, sanksi tidak hanya harus diberikan kepada operator sekolah, tapi juga pihak-pihak yang memfasilitasi pelanggaran tersebut.

#Tangsel   #PPDB   #Sekolah