RN - Banyak pejabat nakal dan bandel di Indonesia. Hal itu terlihat dari ribuan pejabat yang belum mau melapor harta kekayaan atau LHKPN.
Data dari KPK menyebutkan, sebanyak 11.114 penyelenggara negara (PN) belum menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) untuk tahun pelaporan periodik 2024 hingga pemutakhiran terakhir pada 9 Mei 2025.
Jumlah tersebut berasal dari total 415.875 wajib lapor di seluruh bidang pemerintahan dan lembaga negara. Meski sebagian besar telah melapor, KPK menilai angka yang belum melaporkan masih tergolong tinggi, terlebih batas akhir pelaporan telah ditetapkan sejak Senin, 11 April 2025.
BERITA TERKAIT :"Belum lapor 11.114," kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Jumat (9/5/2025).
Dari data yang dihimpun KPK, bidang legislatif mencatat tingkat kepatuhan terendah dengan 84,56 persen. Dari total 20.752 wajib lapor, hanya 18.254 yang telah melapor, sementara 2.498 lainnya belum menyampaikan LHKPN. Persentase pelaporan di sektor ini hanya mencapai 87,96 persen.
Adapun tingkat kepatuhan tertinggi tercatat di lingkungan yudikatif sebesar 97,40 persen. Berikut rincian lengkap persentase pelaporan dan tingkat kepatuhan di masing-masing bidang lainnya:
Eksekutif:
Total Wajib Lapor: 332.353
Sudah Lapor: 324.358
Belum Lapor: 7.995
Persentase Pelaporan: 97,59%
Laporan Lengkap: 287.325
Belum Lengkap: 37.033
Tingkat Kepatuhan: 86,45%
Yudikatif:
Total Wajib Lapor: 17.931
Sudah Lapor: 17.930
Belum Lapor: 1
Persentase Pelaporan: 99,99%
Laporan Lengkap: 17.464
Belum Lengkap: 468
Tingkat Kepatuhan: 97,40%
BUMN/BUMD:
Total Wajib Lapor: 44.839
Sudah Lapor: 44.219
Belum Lapor: 620
Persentase Pelaporan: 98,62%
Laporan Lengkap: 40.545
Belum Lengkap: 3.674
Tingkat Kepatuhan: 90,42%
Total Nasional:
Total Wajib Lapor: 415.875
Sudah Lapor: 404.761
Belum Lapor: 11.114
Persentase Pelaporan: 97,33%
Laporan Lengkap: 362.882
Belum Lengkap: 41.879
Tingkat Kepatuhan Nasional: 87,26%
Budi mengimbau penyelenggara negara yang belum menyampaikan LHKPN agar segera memenuhi kewajibannya. Ia menegaskan bahwa laporan yang disampaikan setelah tenggat waktu akan tetap diterima, namun akan diberi catatan sebagai keterlambatan saat dipublikasikan.
"Sedangkan bagi para PN/Wajib Lapor yang belum menyelesaikan kewajibannya, tetap diimbau untuk melaporkan LHKPN-nya sebagai bentuk transparansi atas kepemilikan aset atau harta seorang pejabat publik, meski tetap tercatat terlambat," jelas Budi.
KPK juga mendorong para pimpinan instansi dan satuan pengawas internal untuk aktif memantau dan mengevaluasi tingkat kepatuhan pelaporan LHKPN di lingkungan masing-masing. Budi menegaskan bahwa keterlambatan pelaporan dapat berdampak pada sanksi administratif, termasuk memengaruhi penilaian kinerja dan proses promosi jabatan.
"Kepatuhan LHKPN ini dapat digunakan sebagai salah satu basis data dukung dalam manajemen ASN, seperti promosi bagi para pegawai yang patuh, maupun penjatuhan sanksi administratif bagi yang lalai," tutur Budi.
Di sisi lain, KPK memberikan apresiasi kepada para penyelenggara negara yang telah melaporkan LHKPN secara tepat waktu.
"Kepatuhan ini sebagai komitmen nyata sekaligus teladan baik dalam pencegahan korupsi oleh seorang pejabat publik," ucapnya.