RN - Revitalisasi Pasar Munjul di Kelurahan Munjul, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, mangkrak. Sudah 10 tahun pasar tersebut antara mati dan hidup.
Ironisnya pasar dengan anggaran Rp10,2 miliar dan dikerjakan pada tahun 2014 itu sempat dijadikan kandang ayam. "Daripada gak dipakai ya buat pelihara ayam," tegas beberapa warga di lokasi, Senin (13/1).
Beberapa pedagang bahkan sempat membangun kios sendiri. "Proyek revitalisasi ini mangkrak tanpa adanya penjelasan pasti diberikan Pemprov DKI Jakarta selaku pengelola pasar," ucap pedagang.
BERITA TERKAIT :Pedagang juga sempat menanyakan ke Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok saat masih menjabat Gubernur DKI Jakarta. "Tapi gak jelas juga," bebernya.
Dari pantauan radar nonstop, kini bangunan yang terletak di Jalan Raya Munjul dan sangat dekat dengan Komplek Polri Munjul tersebut sudah banyak yang rusak dan atapnya bocor. "Kami yang dagang di sini juga harus bayar ke pemprov," keluh pedagang lainnya.
Diketahui, renovasi ini dilakukan agar pasar yang mulai beroperasi sejak tahun 2004 itu bisa menampung lebih banyak pedagang. Hal ini juga dimaksudkan untuk menjawab keluhan para pedagang yang mengaku omsetnya terus merosot akibat maraknya pedagang kaki lima yang berjualan di luar Lokbin Munjul.
Saat kampanye, Pramono Anung sempat menyoroti revitalisasi Pasar Munjul di Cipayung, Jakarta Timur, yang mangkrak. Memang, kata Pramono, revitalisasi pasar mandek karena sempat terganjal persoalan hukum.
Namun, menurutnya, proses revitalisasi tak seharusnya berhenti begitu saja. Problem hukum terkait hal tersebut harus segera diselesaikan sehingga pembangunan bisa berlanjut.
"Pembangunan pasar ini persoalannya kan dulu diduga ditemukan ada persoalan hukum. Kalau memang ada persoalan hukum, ya diselesaikan, tetapi pembangunan pasarnya enggak boleh berhenti seperti ini," kata Pramono Anung saat blusukan di Pasar Munjul, Kamis (17/10/2024).
Menurut Pramono, pembangunan yang tak kunjung selesai menyebabkan pasar tersebut semakin hari kian sepi pembeli. Hal ini merugikan para pedagang.
"Para pedagang itu menjadi menempati penampungan sementara, sehingga pendapatannya turun drastis, omzet rata-rata turun 50 persen dan itu sangat menyedihkan," ujar Pramono.
Pramono mengaku prihatin lantaran di tengah menurunnya omzet, pedagang tetap harus membayarkan retribusi pasar yang nominalnya justru naik. "Walaupun omzetnya turun, ada peraturan daerah (perda) baru keluar yang sebelumnya pungutannya hanya Rp 4.000, menjadi Rp 15.000, naik 350 persen," ucap Pramono.
Menurut Pramono, kenaikan retribusi ini sangat memberatkan pedagang, sehingga tak seharusnya diberlakukan. "Retribusinya harus dikembalikan, harus fair-lah kalau dalam kondisi begini sangat mencekik sekali," tambah dia.