RN - Penjabat (Pj) Gubernur Provinsi DKI Jakarta Teguh Setyabudi kaget. Ternyata bocah di Jakarta banyak yang doyan main judi online (judol).
Teguh mengungkapkan 1.836 anak sampai dengan usia 17 tahun di Jakarta terlibat judi online dengan nilai transaksi mencapai Rp 2,29 miliar. Angka itu dikutip Teguh dari data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
"Pada tahun 2024 ini paling tidak berdasarkan PPATK, ada sekitar 1.836 anak usia sampai dengan 17 tahun yang terlibat di DKI Jakarta, dengan nilai transaksi kurang lebih Rp 2,29 miliar," kata Teguh saat melakukan kunjungan ke SMA 92 Jakarta Utara bersama Menteri Komunikasi dan Digital RI Meutya Hafid, Selasa (12/11/2024).
BERITA TERKAIT :Teguh mengimbau seluruh jajarannya waspada. Dia meminta sosialisasi mengenai dampak negatif judi online digencarkan.
"Saya sudah tekankan kepada jajaran baik OPD khususnya tingkat pendidikan, dan dinas kominfotik untuk mewaspadai itu dan terus melakukan sosialisasi," katanya.
Teguh juga turut mengingatkan kepada masyarakat bahwa kemajuan teknologi tidak hanya mendatangkan dampak positif, melainkan juga dampak negatif. Oleh sebab itu, masyarakat pun perlu menyadari dampak-dampak negatif dari internet salah satunya adalah judi online.
Sementara Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid menghadiri acara edukasi soal judi online (judol) di Semper Barat, Cilincing, Jakarta Utara. Meutya menyebut Cilincing salah satu wilayah pengguna judol tertinggi.
"Saya ke sini ada karena beberapa poin alasan, salah satunya karena katanya di Cilincing ini salah satu yang judolnya tertinggi di DKI Jakarta," kata Meutya dalam sambutannya.
"Kita harus melihat data. Ini data PPATK ya. Karena itu saya ingin mengajak Ibu-Ibu semua, Kalau di Kemkomdigi aja alatnya terbatas.Karena alat saja secanggih apapun, meskipun nanti kan kita bersihkan, kita bereskan ya Ibu-Ibu tapi seberes apapun, sebersih apapun, alat dan pengawasan tidak akan cukup," sambungnya.
Meutya mengatakan bahwa saat ini anak sekolah juga banyak yang terlibat judol. Anak-anak tersebut kata Meutya, biasa menggunakan akun dari orang tuanya maupun lewat games.
"Karena kami tidak bisa menjangkau rumah-rumah tangga. Karena sekarang, tadi kalau datanya di bawah 19 tahun ada 200 ribu. Di bawah 10 tahun ada kurang lebih 80 ribu. Dia pakai akun-akun orang tuanya. Bisa mengakses biasanya lewat games," ujarnya.
"Jadi di bawah 10 tahun yang terpapar jadi online angkanya 80 ribu. ah ini yang tidak mungkin kami dari Kementerian jangkau sendiri. Kami harus kerjasama dengan Ibu-Ibu, orang tua, Ibu Bapak di rumah untuk mengawasi anak-anaknya," lanjutnya.