Berita Indonesia terkini politik, ekonomi, megapolitan , Politik, senayan, nasional balaikota, olahraga, lifestyle dan hiburan ditulis lengkap dan mendalam - Radarnonstop.co

Hasrat Desak Heru Tuntaskan Rekomendasi BPK Terkait RSSW Sebelum Pilpres

RN/CR | Kamis, 08 Februari 2024
Hasrat Desak Heru Tuntaskan Rekomendasi BPK Terkait RSSW Sebelum Pilpres
Sugiyanto -Net
-

RN - Pj Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono didesak segera tuntaskan rekomendasi BPK terkait RSSW (Rumah Sakit Sumber Waras).

“Dugaan kasus korupsi pembelian lahan RSSW pernah saya laporkan ke KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi),” ujar Ketua Himpunan Masyarakat Nusantara (Hasrat) Sugiyanto, Kamis (8/2/2024).

Pria yang akrab disapa SGY ini mengungkapkan, pembelian lahan RSSW terjadi pada masa Gubernur Ahok. BPK menemukan indikasi kelebihan bayar sebesar Rp 191 miliar dari anggaran Rp 755 miliar yang digunakan untuk pembelian lahan di Jalan Kyai Tapa, Jakarta Barat, guna pembangunan Rumah Sakit Sumber Waras ini. BPK DKI Jakarta kemudian mengeluarkan rekomendasi yang harus dilaksanakan oleh Pemprov DKI Jakarta.

BERITA TERKAIT :
Gaduh Fasos Fasum, DPRD DKI Sebut Pengembang Perumahan Jelambar CV Harapan Baru? 
Fasos Fasum Jakarta Senilai Triliunan Rupiah Gak Jelas, Pemprov Jangan Anggap Enteng BPK?

“Rekomendasi ini seharusnya dijalankan oleh mantan Gubernur Ahok, eks Gubernur Anies Baswedan, dan juga oleh Pejabat Gubernur Heru Budi Hartono. Namun publik masih belum mendengar hasil akhirnya,” tegas SGY.

Diantara rekomendasi BPK, lanjut SGY, pembatalan pembelian lahan RS Sumber Waras seluas 36.410 meter atau 3,6 hektar dengan Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YK SW), atau memulihkan indikasi kerugian daerah sebesar 191.334.550.000atas selisih harga tanah dengan PT. CKU.

Selain itu, rekomendasi juga mencakup permintaan pertanggungjawaban dari pihak YKSW untuk menyerahkan lokasi fisik tanah di Jalan Kyai Tapa sesuai dengan tawaran kepada Pemprov DKI, bukan fisik tanah yang berada di Jalan Tomang Utara. 

“Mengenai indikasi kerugian negara, BPK Pusat kemudian melakukan tindakan audit investigasi dan menegaskan adanya indikasi kerugian uang negara senilai Rp173 miliar. Seharusnya, hasil audit investigasi BPK Pusat ini sudah menjadi dasar memadai bagi penegak hukum, khususnya KPK, untuk menuntaskan kasus RS Sumber Waras. Namun, kasus ini masih belum terselesaikan hingga saat ini,” jelas SGY.

Alih-alih menjalankan rekomendasi BPK, kata SGY, saat itu Ahok justru menyebut hasil audit BPK tidak reliabel alias ngaco. Ahok bahkan dengan tegas menyatakan tidak akan mengikuti rekomendasi BPK.

“Dalam konteks ini, mengacu pada Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan Dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, Pasal 26 ayat (2) menyebutkan bahwa setiap orang yang tidak memenuhi kewajiban untuk menindaklanjuti rekomendasi BPK dapat dipidana penjara paling lama satu tahun enam bulan, dan/atau denda paling banyak Rp 500 juta,” terangnya.

Ketika batas waktu yang diwajibkan oleh UU telah berlalu, diduga kuat, Ahok tidak pernah melakukan upaya pembatalan pembelian lahan RS Sumber Waras.

“Di sinilah titik permasalahannya, sehingga Ahok berpotensi diancam hukuman pidana 1,6 Tahun. Terkait hal ini, saya telah menyampaikan pengaduan kepada Mabes Polri tentang dugaan tindak pidana, namun hingga saat ini belum mendapat respon,” ucapnya.

Ancaman pidana satu tahun enam bulan, sambung SGY, hanya merujuk pada ketidak melaksanakan rekomendasi BPK. Namun, dalam hal penegak hukum seperti KPK, Kepolisian, atau Kejaksaan dapat membuktikan indikasi kerugian negara senilai Rp 173 miliar sesuai hasil audit investigasi BPK Pusat, maka ancaman hukuman dapat menjadi lebih berat.

“Untuk itu, sebaiknya Pejabat Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono, perlu segera menuntaskan rekomendasi kasus pembelian lahan RSSW sebelum Pilpres 14 Februari 2024. Heru harus segera menyelesaikan kewajiban Pemprov DKI Jakarta dalam melaksanakan rekomendasi BPK sebagaimana tercantum dalam LHP BPK Perwakilan DKI Jakarta tentang RSSW,” tandasnya.

#SGY   #RSWW   #BPK