RN - Kejaksaan Agung (Kejagung) terus bergerak menggarap kasus kakap. Kejagung saat ini sedang menghitung besaran kerugian negara terkait kasus korupsi eksplorasi tambang timah oleh PT Timah di Provinsi Bangka.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah mengungkapkan, dari estimasi sementara tim penyidikannya, nilai kerugian negara dalam kasus tersebut mencapai triliunan rupiah.
Timnya menggandeng Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk mendapatkan angka pasti kerugian negara dalam kasus tersebut. Febrie, belum menyebutkan angka versi penyidikannya karena masih menunggu hasil dari BPKP.
BERITA TERKAIT :“Kasus PT Timah di Bangka ini, BPKP sudah masuk menghitung (kerugian negara). Di kita (Jampidsus) itu melihatnya sangat besar sekali (kerugian negaranya). Triliunan itu. Kalau kecil, kita serahkan ke Kejari (Kejaksaan Negeri) saja,” kata Febrie saat ditemui di Gedung Pidana Khusus (Pidsus) Kejagung, Jakarta, Kamis (4/1/2024).
Meskipun belum menyebutkan besaran angka kerugian negara, akan tetapi kata dia mengungkapkan, besaran kerugian negara dalam kasus timah itu, lebih tinggi dari angka kerugian keuangan negara dalam kasus korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) PT ASABRI.
Kasus korupsi dan TPPU PT ASABRI juga dalam penanganan di Jampidsus. Dan kasus tersebut menjadi salah-satu pengungkapan skandal terbesar dalam pengusutan korupsi dan TPPU di Indonesia.
Angka kerugian negara dalam kasus tersebut, mencapai Rp 22,78 triliun. Febrie menerangkan, di kasus PT Timah, besarnya kerugian negara itu, bukan hanya terkait dengan keuangan. Melainkan juga, kata dia, menyangkut soal kerugian perekonomian negara.
“Karena di kasus ini, terkait juga dengan kerusakan lingkungan dari aktivias reklamasi untuk tambang-tambang timah itu. Jadi selain kerugian keuangan negara, juga menyangkut kerugian perekonomian negara,” ujar Febrie.
Febrie mengatakan, tim penyidikannya, pun sudah mengantongi sejumlah pihak yang dapat cukup bukti untuk dijadikan tersangka. Akan tetapi, dikatakan dia, menunggu hasil penghitungan kerugian keuangan, dan perekonomian negara oleh BPKP, perilisan tersangka bakal menyusul.
Namun Febrie mengungkapkan, para calon tersangka ada yang berasal dari internal PT Timah, pun juga pihak-pihak swasta yang mendapatkan izin ilegal pengelolaan dan eksplorasi tambang timah yang dimiliki oleh perusahaan negara itu.
“Kasus ini kerusakan lingkungannya sudah sangat berat. Anak-anak (penyidik) sudah melihat ke sana langsung. Nah ini, kita usut untuk pertanggungjawabannya dari pihak antara PT Timah-nya, dan pihak-pihak swastanya,” ujar Febrie.
Penyidikan korupsi timah ini, dimulai sejak Oktober 2023. Sampai saat ini, sudah puluhan saksi diperiksa di Kejakgung, Jakarta. Namun memang belum menetapkan satupun tersangka.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kuntadi pernah menerangkan, kasus korupsi di PT Timah ini, terkait dengan Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik PT Timah yang diserahkan kepada pihak swasta sejak 2015-2022. “Diduga pengalihan IUP-IUP ini dilakukan dengan cara ilegal yang sangat merugikan negara,” kata Kuntadi.
Dari pengelolaan oleh pihak swasta tersebut, menghasilkan timah yang dijual kembali ke PT Timah. “Jadi ini IUP 2015 sampai 2022, yang itu kita yakini sangat besar kerugian negaranya,” begitu kata Kuntadi.
Meskipun belum menetapkan tersangka, sejumlah penyitaan di beberapa lokasi sudah dilakukan. Sepanjang November-Desember 2023 penyidik melakukan penyitaan terhadap uang ratusan miliar rupiah, dalam bentuk dolar AS sebesar Rp 1,54 juta, dan mata uang lokal sebesar Rp 76,4 miliar.
Penyidik Jampidsus juga melakukan penyitaan berupa kepingan logam mulia emas seberat 1.062 gram. Pekan lalu, pun tim penyidik kembali melakukan penggeledahan di sejumlah tempat di sejumlah kantor pertambangan timah, dan menyita sejumlah barang bukti dokumen, dan elektronik.