RN - Tidak kuliah bukan berarti melarat. Semangat dan konsentrasi dalam membangun bisnis bisa menjadi tolak ukur kesuksesan seseorang.
Dia adalah Prajogo Pangestu. Dilansir dari Forbes Real Time Billionaire, Sabtu (9/9/2023), Prajogo Pangestu saat ini memiliki harta kekayaan sebesar US$ 8,6 miliar atau Rp 131,1 triliun (kurs Rp 15.243). Dengan hartanya itu, ia menduduki urutan nomor 4 orang terkaya di Indonesia.
Padahal pria kelahiran Sambas, Kalimantan Barat 13 Mei 1944 ini dulunya hanya seorang sopir angkutan kota (angkot). Bahkan Prajogo Pangestu diketahui hanya lulusan SMP.
BERITA TERKAIT :Sebelum berharta puluhan triliun, Prajogo yang merupakan putra seorang pedagang karet memiliki kisah panjang dalam merintis kariernya. Prajogo tidak memiliki latar belakang pendidikan hingga perguruan tinggi.
Karena keterbatasan keuangan keluarga, ia hanya lulusan SMP. Untuk itu, Prajogo berpikir untuk mencari pekerjaan. Sempat mengadu nasib ke Jakarta, tetapi belum berbuah hasil yang baik kembalilah dia ke kampung halaman.
Di kampung halaman Prajogo bekerja menjadi sopir angkot. Prajogo mengawali bisnis pada 1960-an, di mana nasibnya berubah saat bertemu dengan pengusaha kayu asal Malaysia, Bon Sun On tau Burhan Uray.
Pertemuan dan hubungannya dengan Burhan Uray membuat Prajogo akhirnya memiliki karier di PT Djajanti Group pada 1969. Sektitar tujuh tahun kemudian, Burhan mengangkat Prajogo menjadi general manager (GM) di pabrik Plywood Nusantara, Gresik, Jawa Timur.
Hanya setahun berkarier di PT Djajanti Group, Prajogo Pangestu memulai bisnis kayu pada akhir 1970-an. Demikian dikutip dari Forbes, saat itu Prajogo mencoba pinjaman dari bank, dia membeli CV Pacific Lumber Coy yang kala itu sedang mengalami kesulitan keuangan. Kemudian perusahaannya berganti menjadi PT Barito Pacific Lumber.
Kemudian, perusahaannya go public pada 1993 dan berganti nama menjadi Barito Pacific setelah mengurangi bisnis kayunya pada 2007.
Kini bisnis Prajogo meluas, gurita bisnis Prajogo tidak hanya di industri perkayuan, bisnisnya meluas berkembang luas di bidang petrokimia, minyak sawit mentah, hingga properti. Buktinya pada 2007 Barito Pacific mengakuisisi 70% dari perusahaan petrokimia Chandra Asri, yang sahamnya diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Pada 2011, Chandra Asri bergabung dengan Tri Polyta Indonesia dan menjadi produsen petrokimia terintegrasi terbesar di Indonesia. Thaioil mengakuisisi 15% saham Chandra Asri pada Juli 2021. Mereka disebut akan memulai mengembangkan situs petrokimia kedua pada 2022.
Gebrakan terbaru dari Prajogo baru-baru ini adalah dia membeli 33,33% saham Star Energy dari BCPG Thailand seharga US$ 440 juta atau sekitar Rp 6,29 triliun (kurs Rp 14.300/dolar AS). Kabarnya, Prajogo membeli saham Star Energy itu ini melalui salah satu perusahaan swasta yang dimiliki, Green Era.
Prajogo memiliki saham di Star Energy 66,6%. Oleh sebab itu, melalui akuisisi 33,33% saham Star Energy tersebut, kini Prajogo mempunyai kepemilikan penuh atas Star Energy yang memiliki tiga proyek panas bumi di Indonesia. Tiga proyek panas bumi Star Energy yang dimaksud adalah PLTP Wayang Windu, PLTP Salak, dan PLTP Darajat di mana semuanya berada di Jawa Barat.