Berita Indonesia terkini politik, ekonomi, megapolitan , Politik, senayan, nasional balaikota, olahraga, lifestyle dan hiburan ditulis lengkap dan mendalam - Radarnonstop.co

WFH DKI, Antara Polusi Udara Dan Ekonomi Anjlok  

RN/NS | Rabu, 23 Agustus 2023
WFH DKI, Antara Polusi Udara Dan Ekonomi Anjlok  
Ilustrasi WFH ASN DKI.
-

RN - Warganet secara singkat mendukung kebijakan bekerja dari rumah atau Work From Home (WFH). Tapi warganet menolak mobil listrik. 

INDEF melakukan analisis pendapat masyarakat di media sosial, media dan buzzer free. Analisis ini mengumpulkan pendapat dari 44,268 pembicaraan, 35.590 akun media sosial,dan 85 persen pembicaraan berada di Pulau Jawa. 

Analis pendapat masyarakat yang dilakukan pada periode 21 Juli hingga 20 Agustus 2023 itu mencakup analis eksposur perbincangan, analisis sentimen, dan analisis topik perbincangan.

BERITA TERKAIT :
Duit Bansos DKI Rp 802 Miliar, Jangan Sampai Yang Kaya Dapat Bantuan
Jakarta Masih Ibu Kota, IKN Masih Berantakan?

 Analisis yang dilakukan oleh Institute For Development of Economics and Finance (INDEF) mengungkapkan besaran pendapat masyarakat di media sosial terhadap kebijakan bekerja dari rumah atau Work From Home atau WFH Jakarta dan sekitarnya.

Seperti diketahui, DKI Jakarta tengah menanti kebijakan bekerja dari rumah atau Work From Home dalam upaya menekan polusi udara, yang sudah memasuki kategori paling buruk di dunia.

Data dari analisis Continuum INDEF menunjukkan, 74,8 persen publik mendukung kebijakan WFH di Jakarta.

"Meski kebijakan ini banyak didukung masyarakat, ada sebagian yang masih meragukan keefektifan solusi ini dan merasa WFH tidak memperbaiki akar masalah penyebab polusi," kata Data Analyst Continuum INDEF Maise Sagita, dalam Diskusi Publik Continuum INDEF, yang disiarkan secara daring pada Selasa (22/8/2023).

Analisis Continuum INDEF juga menunjukkan, 71 persen publik di media sosial meminta pemerintah untuk memperbanyak fasilitas transportasi umum yang ramah lingkungan.

"Meski kebijakan ini banyak didukung masyarakat, ada sebagian yang tetap merasa keberadaan PLTU yang menghasilkan polusi tetap perlu ditindak," jelas Maise.

Hasil riset di media sosial oleh Continuum Indef menyebut, kendaraan umum menjadi solusi yang paling baik dalam menyelesaikan masalah polusi udara Jakarta. Sebaliknya, solusi penggunaan kendaraan listrik dinilai tidak tepat oleh warganet lantaran mayoritas sumber listrik masih dihasilkan dari batu bara yang mengandung emisi gas rumah kaca. 

Peneliti Continuum Indef, Maisie Sagita menyampaikan, riset dilakukan pada 31 Juli-21 Agustus 2023 dengan objek 44.268 perbincangan yang diunggah oleh 34,5 ribu pengguna Twitter atau X. 

Ia mengungkapkan, sebanyak 97 persen warganet telah mengeluhkan kondisi polusi Jakarta yang tak kunjung membaik. Sementara, solusi yang ditawarkan pemerintah dengan penggunaan kendaran listrik ditolak oleh sebagian besar responden karena dinilai tidak tepat. 

“92,1 persen publik tidak setuju dengan solusi penggunaan kendaraan listrik. Sebaliknya, 77 persen publik setuju solusi WFH dan 89,4 persen publik setuju menggalakkan penggunaan transportasi umum,” kata Maisie dalam webinar, Selasa (22/8/2023). 

Maisie menjelaskan, publik menolak kendaraan listrik karena publik menilai justru akan membuat asap emisi dari PLTU Batu Bara makin mengepul. Pasalnya, sumber listrik yang dialirkan ke kendaraan listrik masih didominasi dari pembangkit batu bara. 

Maisie menambahkan, hasil riset pun menunjukkan 77 persen publik telah meminta pemerintah untuk memperbanyak transportasi ramah lingkungan. Meskipun, ada pula yang tetap merasa keberadaan PLTU sebagai penghasil polusi harus ditindak. 

Adapun dari sisi popularitas solusi yang ditawarkan pemerintah, Maisie mengungkapkan lagi-lagi penggunaan transportasi umum menjadi terpopuler dibandingkan penggunaan kendaraan listrik. 

“Popularitas ini menunjukkan kalau publik itu aware dengan solusi yang diusulkan pemerintah,” ujarnya.

Ekonomi Anjlok

Peneliti INDEF lainnya, Ahmad Heri Firdaus mengungkapkan, kebijakan WFH dapat mereduksi pertumbuhan ekonomi hingga 0,73 persen di DKI Jakarta.

Sementara itu, secara nasional, kebijakan WFH diprediksi dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi hingga 0,2 persen.

"Jadi karena DKI Jakarta ini kan merupakan Barometer nasional, maka akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi nasional," jelas Ahmad.

"Kenapa WFH dapat disimulasikan? Karena pengeluaran masyarakat di kota-kota besar khususnya DKI Jakarta ini kan sebagian untuk keperluan transportasi. Dari 100 persen pengeluaran katakanlah 10 persen untuk transportasi.Kalau misalnya 10 persenya ini dikurangi, penyerapan tenaga kerja juga akan terkoreksi," paparnya.

Ahmad juga membeberkan contoh lain, yaitu WFH berpotensi mengurangi mobilitas masyarakat yang mengandalkan jasa transportasi online. Hal ini dapat menyebabkan upah rill pekerja di sektor tersebut menurun.