RN - Jakarta menjadi salah satu kota paling berpolusi di Indonesia, bahkan termasuk yang polutif di seluruh dunia. Hasil analisis Air Quality Life Index menunjukkan usia harapan hidup warga Jakarta yang dapat diselamatkan apabila permasalahan polusi udara teratasi adalah 2,7 tahun.
Untuk wilayah sekitarnya, seperti di Tangerang mencapai 2,2 tahun dan Bogor sebesar 2,5 tahun. Laporan World Air Quality 2022: Region & City PM 2.5 Ranking menempatkan Jakarta di urutan ke-20 sebagai kota dengan tingkat polusi udara terburuk di seluruh dunia dan menduduki peringkat teratas untuk tingkat Asia Tenggara.
Kadar PM 2,5 yang tercatat sebesar 36,2 mikrogram per meter kubik atau tujuh kali lebih tinggi dari standar WHO. Kalimat pertama dalam benak milenial mengingat Jakarta adalah “panas” dan “macet”.
BERITA TERKAIT :Hal tersebut wajar saja karena DKI Jakarta menjadi provinsi dengan kedatangan masyarakat dari Bekasi, Depok, Bogor dan Tangerang setiap harinya karena aktivitas bekerja yang menggunakan transportasi dalam perjalananya.
"Oleh karena itu, hal ini harus menjadi perhatian khusus bagi Pemprov DKI Jakarta dalam menentukan konsep transportasi dan aksesibilitas yang digunakan dalam hal penggunaan energi. Sehingga hal tersebut akan membuat kota ramah lingkungan serta layak huni dengan efektif dan efisien”, ujar Umam yang merupakan Aktivis Millenial Jakarta kepada wartawan, Selasa (15/08).
Pada saat Gubernur Anies Baswedan menjabat, kualitas udara Jakarta tidak kunjung membaik dari tahun 2018 hingga 2022. Tahun 2018, kandungan polutan PM2.5 di udara Jakarta rata-rata 49,3 mikrogram per meter kubik. Tahun 2019, meningkat menjadi 49,4 mikrogram per meter kubik.
Angka ini makin meningkat pada tahun 2022 dimana kandungan polutan PM2.5 di udara Jakarta naik menjadi 97 mikrogram per meter kubik. Padahal Anies Baswedan sudah mengeluarkan Instruksi Gubernur DKI Jakarta No. 66 Tahun 2019 tentang Pengendalian Kualitas Udara.
Akan tetapi, peraturan ini tidak membawa dampak yang berarti bagi perbaikan kualitas udara di Jakarta. Kedepannya butuh perhatian untuk terkait polusi ini.
"Saya pun memberikan masukan perlu adanya kerja sama antara Pemprov DKI Jakarta dan Dirlantas Polda Metro Jaya dengan membuat aturan baru dengan pengurangan kendaraan yang berkendara di saat hari kerja (Senin-Jumat). Sehingga mendorong masyarakat juga untuk menggunakan moda transportasi umum sebagai salah satu alternatif dalam mengurangi polusi udara tersebut selain aturan penggunaan mobil ganjil-genap dikarenakan hal tersebut malah membuat masyarakat membeli mobil dua sehingga membuat jumlah kendaraan meningkat, ” sambung Umam.
Sangat disayangkan belum adanya kebijakan serta upaya yang dilakukan secara masif oleh Pemprov DKI Jakarta dalam penggunaan EBT (Energi Baru Terbarukan) baik dalam infrstruktur maupun sosialisasi terhadap masyarakat.
Mengacu pada Rencana Aksi Daerah (RAD) SDGs Provinsi DKI Jakarta Tahun 2017-2022, dalam rangka mencapai tujuan mewujudkan energi bersih dan terjangkau pada tahun 2030, ditetapkan 2 target yang diukur melalui 3 indikator yang relevan dengan DKI Jakarta.
Target tersebut terdiri dari (1) pada tahun 2030, menjamin akses universal layanan energi yang terjangkau, andal dan modern, (2) pada tahun 2030, meningkat secara substansial pangsa energi terbarukan dalam bauran energi global.
"Namun demikian, tantangan pada aspek elektrifikasi ini masih sedikit ditemui pada wilayah di Kepulauan Seribu dimana pada beberapa pulau yang belum teraliri listrik PLN masih memanfaatkan sumber listrik dengan mesin genset berbahan baku solar, ” lanjut Umam.
Umam mengharapkan PJ Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono, dapat mengatasi masalah ini dengan cepat dan tepat. Umam juga setuju dengan langkah yang diambil oleh Heru Budi Hartono untuk mengatasi masalah polusi udara yaitu dengan menerapkan kebijakan bekerja dari rumah atau work from home (WFH) untuk mengurangi polusi udara di Ibu Kota pada September mendatang.
“Jika memang diperlukan, Pemprov DKI Jakarta harus berani mendorong banyak kantor di Jakarta untuk melaksanakan hybrid working dan work from home agar mobilitas menggunakan kendaraan berkurang sehingga tingkat polusi udara dapat dikurangi sehingga masyarakat Jakarta tidak dipaksa menghirup racun setiap hari,"harapnya